MAKALAH
ILMU
BUDAYA DASAR
“KEBUDAYAAN
ISLAM”

NAMA : ADITIYA DARMAWAN
KELAS : 1TA04
NPM : 10315165
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
TAHUN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya Sehingga saya dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Ilmu
Sosial Dasar tentang Kebudayaan Islam.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada Bp Emilianshah
Banowo selaku dosen mata kuliah Ilmu Budaya Dasar atas dedikasinya kepada saya
untuk menyelesaikan tugas makalah.
Saya sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran
dari para pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada saya dan pembaca untuk
kebahagiaan di dunia dan di akhirat, Amin
KATA
PENGANAR…………………………………………………………………
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………
BAB I
ENDAHULUAN……………………………………………………………..
A. Latar Belakang……………………………………………………………………......
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………….
C. Tujuan………………………………………………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN
SISTEM KEBUDAYAAN ISLAM……………………
A. Konsep Kebudayaan dalam Islam……………………………………………….......
B. Prinsip – Prinsip Kebudayaan dalam Islam…………………………………………
C. Sejarah Intelektual dalam Islam…………………………………………………......
D. Budaya yang boleh dan tidak boleh
dalam Islam……………………………………
E. Masjid Sebagai Pusat Peradaban
dalam Islam………………………………………
F. Nilai – Nilai Islam Dalam Budaya
Indonesia…………………………………….....
BAB III
PENUTUP………………………………………………………………..
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………..
B. Saran…………………………………………………………………………………
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam sudah mulai berkembang lagi sejak abad ke-7 dan
berkembang secara pesat ke seluruh dunia dari waktu ke waktu. Dalam
penyebarannya secara otomatis Islam telah meletakkan nilai-nilai kebudayaannya.
Kebudayaan Islam adalah hasil olah akal, budi, cipta, rasa,
karsa, dan karya manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam
sangat menghargai akal manusia untuk berkiprah dan berkembang. Hasil olah
akal,budi,rasa,dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan
yang bersifat universal berkembang menjadi sebuah peradaban.
Dalam perkembangannya perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber pada nafsu hewani, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Di sini agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau perdaban Islam.
Dalam perkembangannya perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber pada nafsu hewani, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Di sini agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau perdaban Islam.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana
Konsep Kebudayaan dalam Islam?
b. Prinsip
– prinsip kebudayaan dalam islam?
c. Bagaimana
Sejarah Intelektual dalam Islam?
d. Budaya yang
boleh dan tidak boleh dalam islam ?
e. Bagaimana
Masjid sebagai Pusat Peradaban dalam Islam?
C. Tujuan
Yang menjadi tujuan pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk menambah wawasan
bagi pembaca tentang Sistem Kebudayaan Islam.
2. Untuk membimbing
manusia dalam mengembangkan Sistem Kebudayaan
Islam.
3. Dan sebagai pelengkap
tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI).
BAB II
PEMBAHASAN
SISTEM KEBUDAYAAN ISLAM
A. Konsep Kebudayaan dalam Islam
Dari segi etimologis, kata kebudayaan adalah kata dalam
bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Sansekerta buddhi yang berarti
intelek (pengertian). Kata buddhi berubah menjadi budaya yang berarti “yang
diketahui atau akal pikiran”. Budaya berarti pula pikiran, akal budi,
kebudayaan, yang mengenai kebudayaan yang sudah berkembang, beradab, maju
(Poerwadarminta,1982:157).
Dari pengertian budaya di atas, dapat diutarakan dengan
bahasa lain bahwa kebudayaan merupakan gambaran dari taraf berpikir manusia.
Tinggi-rendahnya taraf berpikir manusia akan terlihat pada hasil budayanya.
Kebudayaan merupakan cetusan isi hati suatu bangsa, golongan, atau individu.
Tinggi-rendahnya, kasar-halusnya pribadi manusia, golongan, atau ras, akan
terlihat pada kebudayaan yang dimiliki sebagai hasil ciptaannya. Maka dapat
juga dikatakan bahwa kebudayaan merupakan orientasi dan pola pikir manusia,
golongan, atau bangsa. Kebudayaan merupakan suatu konsep yang sangat luas ruang
lingkupnya. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang timbulnya suatu
kebudayaan itu sendiri. Dawson (1993:57) memberikan empat faktor yang menjadi
alasan pokok yang menentukan corak suatu kebudayaan, yaitu faktor geografis,
keturunan atau bangsa, kejiwaan, dan ekonomi.
Dalam Islam , memang tidak ada suatu rumusan yang kongkret
mengenai suatu kebudayaan. Berkaitan dengan masalah kebudayaan. Islam memberi
kerangka asas atau prinsip yang bersifat hakiki atau esensial. Dengan kata
lain, Islam hanya memberikan konsep dasar yang dalam perwujudannya tergantung
pada pemahaman pendukungnya.Dalamkeadaan atau waktu yang berbeda, esensinya
diwujudkan oleh aksidensi yang sangat ditentukan oleh aspek ekonomi, politik,
sosial budaya, teknik, seni, dan mungkin juga oleh filsafat.
Ciri-ciri yang membedakan antara kebudayaan Islam dengan
budaya lain, diungkapkan oleh Siba’i bahwa ciri-ciri kebudayaan Islam adalah
yang ditegakkan atas dasar aqidah dan tauhid, berdimensi kemanusiaan murni,
diletakkan pada pilar-pilar akhlak mulia, dijiwai oleh semangat ilmu (Zainal,
1993:60).
Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kebudyaan Islam dapat dipahami sebagai hasil olah akal, budi, cipta, karya,
karsa, dan rasa manusia yang bernafaskan wahyu ilahi dan sunnah Rasul. Yakni
suatu kebudayaan akhlak karimah yang muncul sebagai implementasi Al-Qur’an dan
Al-Hadist dimana keduanya merupakan sumber ajaran agama Islam, sumber norma dan
sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Dengan demikian kebudayaan Islam
dapat dipilah menjadi tiga unsur prinsipil, yaitu kebudayaan Islam sebagai
hasil cipta karya orang Islam, kebudayaan tersebut didasarkan pada ajaran
Islam, dan merupakan pencerminan dari ajaran Islam.
Ketiga unsur tersebut merupakan kesatuan yang utuh dan tidak
dapat terpisah satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, sebagus apapun
kebudayaannya, jika itu bukan merupakan produk kaum Mslimin tidak bisa
dikatakan dan diklaim sebagai budaya Islam. Demikian pula sebaliknya, meskipun
budaya tersebut merupakan produk orang-orang Islam, tetapi substansinya sama
sekali tidak mencerminkan norma-norma ajaran Islam. Dengan kata lain, Al-Faruqi
(2001) menegaskan bahwa sesungguhnya kebudayaan Islam adalah “Kebudayaan
Al-Qur’an“, karena semuanya berasal dari rangkaian wahyu Allah SWT kepada nabi
Muhammad SAW pada abad ketujuh. Tanpa wahyu kebudayaan Islami Islam, filsafat
Islam, hukum Islam, masyarakat Islam maupun organisasi politik atau ekonomi
Islam.
B. Prinsip-Prinsip
Kebudayaan dalam Islam
Islam, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat
menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah
datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan
tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh
dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di
dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan
yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan
serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi
Undang-undang Dasar Negara Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan
perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam
penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus menuju ke arah
kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari
kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa
sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Dari
situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
Pertama : Kebudayaan yang tidak
bertentangan dengan Islam. seperti ; kadar besar kecilnya mahar dalam
pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita biasanya,
menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian
unsurnya bertentangan dengan Islam, Contoh yang paling jelas, adalah tradisi
Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan
ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf
di Ka’bah dengan telanjang.
Ketiga : Kebudayaan yang
bertentangan dengan Islam. Seperti, budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh
masyarakat Bali.
C. Sejarah
Intelektual dalam Islam
Ada banyak faktor penyebab proses pertumbuhan peradaban
Islam. Namun secara garis besar dapat dibagi menjadi dua faktor penyebab tumbuh
berkembangnya peradaban Islam, hingga mencapai lingkup mondial, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.
Faktor pertama (internal) berasal dari dalam norma-norma atau ajaran Islam sendiri.
Faktor kedua(eksternal) pada hakikanya merupakan implikasi dari faktor pertama. Motivasi internal yang begitu kuat telah mengkristal dalam kehidupan umat Islam sejalan dengan perkembangan sejarah, dan nilai-nilai atau norma-norma ajaran Islam menjiwai dalam setiap kehidupannya.
Faktor pertama (internal) berasal dari dalam norma-norma atau ajaran Islam sendiri.
Faktor kedua(eksternal) pada hakikanya merupakan implikasi dari faktor pertama. Motivasi internal yang begitu kuat telah mengkristal dalam kehidupan umat Islam sejalan dengan perkembangan sejarah, dan nilai-nilai atau norma-norma ajaran Islam menjiwai dalam setiap kehidupannya.
Tonggak-tonggak sejarah peradaban Islam, tak pernah lepas
dari sejarah intelektual Islam. Untuk memahami dengan baik perkembangan
tersebut, idealnya diperlukan pemahaman yang memadai tentang periodisasi
sejarah perkembangan Islam. Dengan menggunakan teori yang dikembangkan oleh
Harun Nasution, dilihat dari segi perkembangannya, sejarah intelektual Islam
dapat dikelompokkan ke dalam tiga masa, yaitu: masa klasik antara 650-1250 M,
masa pertengahan antara tahun 1250-1800 M, dan masa modern antara tahun 1800
sampai sekarang.
Pada masa klasik, lahir ulama’ mahzab, seperti: Imam Hanafi,
Imam Hambali, Imam Syafi’i , dan Imam Maliki. Sejalan dengan itu lahir pula
filosof muslim pertama,Al-Kindi 801 M. Diantara pemikirannya, ia berpendapat
bahwa kaum Muslimin menerima filsafat sebagai bagian dari kebudayaan Islam.
Selain, Al-Kindi, pada abad itu lahir pula filosof besar seperti: Al-Razi (865
M) dan Al-Farabi (870 M). keduanya dikenal sebagai pembangun agung sistem
filsafat. Pada abad berikutnya, lahir filosof agung Ibn Miskawaih 930 M.
Pemikirannya yang terkenal tentang pendidikan akhlak. Kemudian Ibn Sina tahun
1037 M, Ibn Bajjah tahun 1138 M, Ibn Tufail tahun 1147 M,dan Ibn Rusyd tahun
1126 M.
Masa pertengahan dalam catatan sejarah pemikiran Islam masa
kini, merupakan fase kemunduran karena filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam
sehingga ada kecenderungan akal dipertentangkan dengan wahyu, iman dengan ilmu,
dunia dengan akhirat. Pengaruhnya masih ada sampai sekarang. Sebagai pemikir
muslim kontemporer sering melontarkan tuduhan pada Al-Ghazali sebagai orang
pertama yang menjauhkan filsafat dari agama. Sebagaimana tertuang dalam
tulisannya “Tahafut al-Falasifah” (Kerancuan Filsafat). Tulisan Al-Ghazali
dijawab oleh Ibn Rusyd dengan tulisan Tahafut al-Tahafut (Kerancuan di atas
kerancuan).
D. Budaya yang Boleh dan Tidak Boleh
dalam Islam
Ajaran Islam yang berkembang di Indonesia mempunyai tipikal
yang spesifik bila dibandingkan dengan ajaran Islam di berbagai negara Muslim
lainnya. Menurut banyak studi, Islam di Indonesia adalah Islam yang akomodaatif
dan cenderung elastis dalam berkompromi dengan situasi dan kondisi yang
berkembang di Indonesia, terutama situasi sosial politik yang sedang terjadi
pada masa tertentu. Muslim Indonesia pun konon memiliki karakter yang khas,
terutama dalam pergumulannya dengan kebudayaan lokal Indonesia. Disinilah
terjadi dialog dan dialektika antara Islam dan budaya lokal yang kemudian
menampilkan wajah Islam yang khas Indonesia, sehingga dikenal sebagai “Islam
Nusantara” atau “Islam Indonesia” dimaknai sebagai Islam yang berbau kebudayaan
Indonesia. Islam yang bernalar Nusantara, Islam yang menghargai pluralitas,
Islam yang ramah kebudayaan lokal, dan sejenisnya. “Islam Nusantara” atau
“Islam Indonesia” bukan foto copy Islam Arab, bukan kloning Islam Timur Tengah,
bukan plagiasi Islam Barat, dan bukan pula duplikasi Islam Eropa.
Meskipun Islam lahir di negeri Arab, tetapi dalam
kenyataannya Islam dapat tumbuh dan berkembang dengan kekhasannya dan pada
waktu yang sama sangat berpengaruh di bumi Indonesia yang sebelumnya diwarnai
animisme dan dinamisme, serta agama besar seperti Hindu dan Budha. Dengan
demikian, wajah Islam yang tampil di Indonesia adalah wajah Islam yang khas
Indonesia, wajah Islam yang berkarakter Indonesia, dan Islam yang menyatu
dengan kebudayaan masyarakat Indonesia, tetapi sumbernya tetap al-Qur’an dan
al-Sunnah.
Oleh karena itulah, wajah Islam di Indonesia merupakan hasil
dialog dan dialektika antara Islam dan budaya lokal yang kemudian menampilkan
wajah Islam yang khas Indonesia. Dalam kenyataannya, Islam di Indonesia
memanglah tidak bersifat tunggal, tidak monolit, dan tidak simple, walaupun
sumber utamanya tetap pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Islam Indonesia bergelut
dengan kenyataan negara-negara, modernitas, globalisasi, kebudayaan likal, dan
semua wacana kontemporer yang menghampiri perkembangan zaman dewasa ini.
Tulisan ini ditulis dalam konteks sebagaimana tersebut
diatas dalam memandang event peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Dalam
realitanya memang terdapat berbagai tradisi umat Islam dibanyak Negara Muslim
seperti Indonesia, Malasyia, Brunai, Mesir, Yaman, Aljazair, Maroko, dan lain
sebagainya yang menimbulkan “kontroversi” dari perspektif hukum tentang boleh
atau tidaknya atau halal atau haramnya untuk mengamalkannya. Di Antara tradisi
yang menimbulkan kontroversi itu Antara lain melaksanakan kegiatan-kegiatan
seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, peringatan Isra’ Mi’raj,
peringatan Muharram, dan lain-lain.
Oleh karena kontroversi-kontroversi yang menyelimuti
peringatan-peringatan tersebut, maka tulisan ini berupaya menjelaskan posisi
peringatan Maulid Nabi Saw, perspektif hukum Islam, akan tetapi tidak bersifat
tunggal, namun memberikan horizon pilihan yang memungkinkan kita untuk bersikap
arif dan bijaksana terhadap pihak yang berbeda pahamnya.
Dari riwayat Rasulullah Saw, Islam membiarkan beberapa adat
kebiasaan manusia yang tidak bertentangan dengan syariat dan adab-adab Islam
atau sejalan dengannya. Oleh karena itu, Rasulullah Saw tidak menghapus seluruh
adat dan budaya masyarakat Arab (pada masa itu) yang ada sebelum datangnya
Islam. Akan tetapi Rasulullah Saw melarang budaya-budaya yang mengandung unsur
syirik, seperti pemujaan terhadap leluhur dan nenek moyang, dan budaya-budaya
yang bertentangan dengan adab-adab Islami.
Jadi, selama adat dan budaya itu tidak bertentangan dengan
Islam, silahkan melakukannya. Namun jika bertengan dengan ajaran Islam, seperti
memamerkan aurat pada sebagian pakaian adat daerah, atau budaya itu berbau
syirik atau memiliki asal-usul ritual syirik dan pemujaan atau penyembahan
kepada dewa-dewa atau Tuhan-Tuhan selain Allah, maka budaya seperti itu
hukumnya haram.
E. Masjid sebagai Pusat
Peradaban dalam Islam
Dalam sejarah perkembangan Islam, Masjid memiliki fungsi
yang sangat vital dan dominan bagi kaum Muslimin, di antaranya:
1. Mesjid pada umumnya
dipahami masyarakat sebagai tempat ibadah khusus, seperti sholat.
2. Sebagai “prasasti”
atas berdirinya masyarakat Muslim. Jika dewasa ini bendera sebagai simbol
sebuah Negara yang telah merdeka, maka kaum Muslimin pada tempo dulu jika
berhasil “menaklukkan” sebuah Negara, mereka menandainya dengan membangun
sebuah masjid sebagai pertanda bahwa wilayah tersebut menjadi bagian dari
“Negara Islam” (Shini,T.T:158)
3. Masjid
merupakan sumber komunikasi dan informasi antar warga masyarakat Islam.
4. Di
zaman Nabi SAW masjid sebagai pusat peradaban
5. Sebagai
simbol persatuan umat Islam.
6. Sebagai pusat gerakan.
7. Di Masjid kaum
tua-muda Muslim mengabdikan hidup untuk belajar ilmu-ilmu Islam, mempelajari
Al-Qur’an dan Al-Hadist , kritisme, tafsir, cabang-cabang syariat, sejarah,
astronomi, geografi, tata bahasa, dan sastra arab.
F. Nilai-Nilai Islam dalam
Budaya Indonesia
Islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayanya. Karena
Islam berasal dari jazirah Arab, maka Islam masuk ke Indonesia tidak terlepas
dari budaya Arabnya.
Kedatangan Islam dengan segala komponen budayanya di Indonesia secara damai telah menarik simpati sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari situasi politik yang tengah terjadi saat itu.
Kedatangan Islam dengan segala komponen budayanya di Indonesia secara damai telah menarik simpati sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari situasi politik yang tengah terjadi saat itu.
Dalam pandangan Nurcholis Majid (1988:70) bahwa daya tarik
Islam yang pertama dan utama adalah besifat psikologis, Islam yang secara
radikal bersifat egaliter dan mempunyai semangat keilmuan merupakan konsep
revolusioner yang sangat memikat dalam membebaskan orang-orang lemah
(mustadh’afin) dari belenggu hidupnya.
Dalam perkembangan dakwah Islam di Indonesia, para da’i
mendakwahkan ajaran Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh
Wali Songo di tanah Jawa. Karena kehebatan para wali Allah SWT itu dalam
mengemas ajaran Islam dengan bahasa budaya setempat sehingga masyarakat tidak
sadar bahwa nilai-nilai Islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan
sehari-hari mereka.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kebudayaan yang Islami
adalah hasil olah akal, budi, cipta, rasa, karsa, dan karya manusia yang tidak
terlepas dari nilai-nilai ketuhanan. Hasil olah yang universal berkembang
menjadi sebuah peradaban. Dalam perkembangannya, perlu dibimbing oleh wahyu dan
aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber
dari nafsu hewani sehingga akan merugikan diri manusia sendiri. Di sinilah,
agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya
sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab.
2. Pada masa klasik hidup
ulama mahzab dan filosuf-filosuf besar dan agung.
3. Masjid selain sebagai
tempat ibadah, juga berfungsi sebagai salah satu simbol bagi Islam, tempat
pusat komunikasi dan informasi, tempat belajar tentang ajaran Islam.
4. Nilai Islam yang
beraroma Negara Arab secara tidak langsung masuk meresap ke dalam budaya
Indonesia, seperti ejaan, kebiasaan, dsb.
B. Saran
1. Semoga
makalah ini dapat menjadi referensi bagi semua pihak untuk dapat
lebih mengembangkan Sistem Kebudayaan Islam di Indonesia
dan dapat pula mengerti dan paham tentang konsep kebudayaan islam di indonesia.
2. Penulisan
makalah ini tidak lepas dari yang namanya konsep dan sebuah rujukan yang
dijadikan bahan penulisan makalah. Untuk itu kami mohon kepada Bapak pembimbing
mata kuliyah pendidikan agama islam (PAI) agar mengajarkan kepada para pelajar
khususnya bagi mahasiswa agar tidak melanggar dari norma-norma agama yang sudah
ditetapkan, karena selain merugikan diri sendiri juga akan merugikan orang
lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Dosen
PAI UB.2006.Buku Daras Pendidikan Agama Islam.Malang:PPA UB
2. Gazalba,Sidi.1975.Mesjid: Pusat
Ibadat dan Kebudayaan Islam.Jakarta:Pustaka Antara
3. http://sahrul-media.blogspot.com