Analisis Keputusan Pemilihan Konstruksi Perkerasan Jalan
Dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
Abstrak
Dalam Perencanaan infrastruktur konstruksi
perkerasan jalan, Pengambilan Keputusan (Decision Making) dalam pemilihan
konstruksi perkerasan jalan tidak cukup hanya mempertimbangkan
faktor-faktor parameter perencanaan konstruksi perkerasan jalan seperti :
fungsi jalan,kinerja perkerasan(pavement performance),umur rencana,lalu lintas
yang merupakan beban dari perkerasan jalan,sifat tanah dasar, kondisi
lingkungan, dan faktor lainnya. Akan menjadi persoalan yang rumit dan
komplek, bila pengambilan keputusan(Decision Making) dalam pemilihan
perencanaan konstruksi perkerasan jalan, dihadapkan pada beberapa pilihan alternatif
konstruksi jalan dan kriteria-kriteria yang harus
dipertimbangkan, meskipun kriteria tersebut tidak masuk dalam variabel
parameter rumus-rumus perencanaan konstruksi jalan,dan harus dipertimbangkan
dalam pengambilan keputusan, sehingga tujuan, kualitas dan hasil akhir
dari perencanaan dan pelaksanaan proyek peningkatan/rehabilitasi jalan di Dinas
PU.
Bina Marga
Kabupaten Lamongan dapat tercapai dan diharapkan semua pihak pemangku
kepentingan (Stakeholder). Berdasarkan hasil analisis kriteria-kriteria
yang menjadi bahan pertimbangan terkait pengambilan keputusan dan kebijakan
dalam pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan di
lingkungan Dinas PU.Bina Marga Kabupaten Lamongan, adalah:Kompetensi Penyedia
Jasa/Kontraktor, Jenis material yang akan digunakan sebagai material pondasi
(base course),Kemampuan Dana Anggaran/Biaya, Methode Kerja/Pelaksanaan,
Pengendalian dan Pengawasan,dan terakhir Pasca Pelaksanaan
konstruksi. Dengan
menggunakan teori perhitungan perencanaan konstruksi perkerasan jalan
yaitu: Metode Analisa Komponen SKBI, tahun 1987, Metode Analisa ZTVE StB dari
Jerman, tahun 1994, dan Metode Giroun-Han dari USA, tahun 2004, dan dengan
menggunakan data variable perencanaan yang sama yaitu :Data lalu
lintas(LHR),Tingkat pertumbuhan lalu - lintas, Daya dukung tanah dasar(CBR),
Beban Maksimum Sumbu Terberat(MST), dan umur rencana konstruksi ,dapat
dihasilkan alternatif-alternatif konstruksi perkerasan jalan yang dapat
diterapkan di Dinas PU. Kab. Lamongan,alternatif konstruksi perkerasan jalan tersebut adalah:
Laston _Urugan Agregat, Laston _Urugan Pedel semen(Soil
Cement), CBC_Urugan material pilihan(deltu), Laston_Urugan Agregat_Lapisan
Geotextile ,Laston _Urugan Pedel semen( Soil Cement) Lapisan
Geotextile. Dengan memakai Metoda Analytic Hierarchy Process (AHP), dengan
data responden yang memiliki latar belakang pendidikan Teknik Sipil dan telah
berpengalaman dibidang perencanaan jalan, yang terdiri dari :Kepala
Dinas, Pejabat Teknis Eselon III,dan Pejabat Teknis Eselon IV dilingkungan
Dinas PU. Bina Marga, yang mempunyai wewenang mengambil keputusan dan
kebijakan terkait penentuan rencana konstruksi jalan, dengan hasil sebagai
berikut:
1. Dari
hasil analisis menunjukkan bahwa rangking kriteria-kriteria yang dijadikan
dasar pengambilan keputusan dan kebijakan terkait penentuan rencana konstruksi
jalan adalah : Kompetensi Penyedia
Jasa/Kontraktor (51,98%), Kemampuan Dana Anggaran/Biaya(14,69%),
Jenis material akan digunakan sebagai material pondasi
(basecourse) (9,92%), MethodeKerja/Pelaksanaan(9,67%), Pengendalian dan Pengawasan(8,84%),dan
terakhir Pasca Pelaksanaan konstruksi(4,90%).
2. Ditinjau
dari faktor pilihan alternatif-alternatif konstruksi jalan berdasarkan
kriteria-kriteria di atas rangking pilihannya adalah : Laston_Urugan
Soil Cement_Lapisan Geotextile (29,76%), Laston_Urugan Soil Cement (29,34%), Laston_Urugan
Agregat_Lapisan Geotextile (14,44%), CBC_Urugan
deltu (13,41%), dan terakhir Laston_Urugan Agregat(13,05%)
Analisis Sistem Pengambilan
Keputusan
Pengambilan
keputusan adalah bagian dari perencanaan yang akan selalu dihadapi oleh setiap
pengelola suatu usaha. Pihak berwenang akan memilih alternatif terbaik
dari yang tersedia. Tetapi pertanyaan berikutnya adalah bagaimana
menentukan alternatif yang terbaik. Untuk suatu persoalan yang sederhana
menentukan alternatif mungkin dapat dilakukan tanpa banyak mengalamai
kesulitan,tetapi untuk sistim yang kompleks diperlukan
metode tertentu untuk menghadapinya. Dalam konsep sistim tersedia
metodologi untuk menghadapi persoalan di atas, yaitu analisis sistim
yang pada garis besarnya adalah menganalisis dan memecahkan masalah pengambilan
keputusan dengan memilih alternatif yang terbaik, dengan melihat sumber
daya yang diperlukan dibandingkan manfaat yang akan diperoleh, termasuk
pengkajian resiko yang mungkin dihadapi. Pemilihan di atas dilakukan
dengan simulasi, atau metode matematis yang lain sebelum memberi kesimpulan dan
mengambil keputusan berdasarkan judgment (penilaian) atas dasar
pengalaman. (Soeharto Imam,1995).
Analisis sistem
adalah proses mempelajari suatu kegiatan, lazimnya dengan cara-cara
matematis,untuk menentukan (mengambil keputusan) tujuan, kemudian menyusun
prosedur operasi dalam rangka mencapai tujuan tersebut secara
efisien. Dalam perkembangan selanjutnya, analisis sistem ini tidak
hanya menggunakan cara matematis tetapi juga non matematis. Untuk membantu
dan memudahkan pengambilan keputusan, analisis system acap kali
mempergunakan model. Model ini dapat berbentuk fisik, formulasi
matematika, atau program komputer. Proses analisis system terdiri dari dari beberapa
tahap, yaitu formulasi, penelitian, analisis/kesimpulan, dan
verifikasi, seperti terlihat pada gambar 2.1

Gambar
2.1 : Proses Analisis Sistem
Sumber :Imam Suharto (1995)
Pada tahap
pertama, adalah formulasi atau merumuskan ide yang timbul. Awal dari
ide tersebut dapat berupa konsep, kemudian dikembangkan dengan member-kan penjelasan perihal tujuan,lingkup, resiko
dan lain-lain. Tahap berikutnya adalah penelitian yang mengumpulkan dan
mempelajari data dan informasi perihal gagasan tersebut. Pada tahap ini
komponen sistem dan hubungan diantaranya diidentifikasi, kemudian sumber
daya yang diperlukan dan antisipasi hambatan yang mungkin timbul diperkirakan.
Selanjutnya, alternatif untuk mencapai tujuan yang dimaksud disajikan.
Periode
selanjutnya, adalah tahap analisis yang membuahkan kesimpulan. Pada tahap
ini umumnya dibuat model untuk membandingkan alternatif-alternatif, yang
hasilnya diajukan kepada yang berwenang untuk diambil keputusan. Tahap
akhir adalah verifikasi, disini kesimpulan yang telah diambil diuji coba dalam
praktek atau penggunaannya secara nyata, dengan demikian akan diketahui
kebenaran atau kekurangan kesimpulan yang telah diambil.
Dari proses
diatas terlihat bahwa metode analisis sistem relatif memerlukan waktu untuk
menyelesaikan langkah- langkah yang diperlukan sebelum sampai kepada suatu
kesimpulan,tetapi menyajikan suatu cara yang logis dan konsisten.Oleh karena
itu, apabila yang dihadapi adalah pemilihan berbagai macam alternatif,maka
metode ini dapat menghasilkan keputusan yang lebih akurat dibandingkan pertim-bangan yang bersifat intuitif/pengalaman.
Dasar Teori Perencanaan Konstruksi Perkerasan
Jalan
Perencanaan
tebal perkerasan jalan baru, peningkatan maupun rehabilitasi jalan umumnya
dapat dibedakan atas 2 metode yaitu:
1.
Metode
empiris, metode ini
dikembang-kan berdasarkan pengalaman dan penelitian dari
jalan-jalan yang dibuat khusus untuk penelitian atau dari jalan
yang sudah ada.
2.
Metode
teoritis, metode ini dikembang-kan berdasarkan teori matematis dari sifat
tegangan dan regangan pada lapisan perkerasan akibat beban
berulang dari lalu lintas.
Perencanaan
tebal perkerasan dengan metode empiris sebaiknya dilakukan tidak hanya menggunakan
satu metode saja tetapi beberapa metode.Hasil perencanaan akhir diperoleh dari
hasil studi perbandingan dengan memperhatikan biaya konstruksi
awal, life cicle cost, pemeliharaan,tenaga kerja, kemungkinan
tersedia material yang diperlukan, asumsi yang diambil pada setiap metode,
dan kondisi lingkungan.
Dalam penelitian ini untuk perencanaan tebal perkerasan jalan
digunakan 3 (tiga) metode empiris yaitu Metode Analisa Komponen SKBI.
2.3.26.1987 UDC:625.73, Metode Giroud-Han dari USA, Tahun 2004, dan Metode
Analisa ZTVE StB dari Jerman, Tahun 1994
Metode Analisa Komponen SKBI. 2.3.26.1987 UDC:625.73
Metode Analisa Komponen SKBI.2.3.36.1987 UDT : 625.73 merupakan
metode yang bersumber dari dari metode AASHTO’72 dan modifikasi
sesuai dengan kondisi jalan di Indonesia dan merupakan penyempurnaan dari Buku
Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya No.01/PD /B/1983. Dengan
demikian rumus dasar metode ini diambil dari rumus – rumus dasar
metode AASHTO’72 revisi 1982. Adapun prosedur Perencanaan Tebal
Perkerasan sebagai mana ditunjukkan di dalam gambar 2.2

Sumber : Dirjen Bina Marga
Metode Giroud - Han dari USA, Tahun 2004
Metode Giroud –
Han ( USA)/2004, ini merupakan metode yang bersumber dari The
American Society of Civil Engineers (ASCE) Journal of Geotechnical
and Geoenvironmental Engineering, edisi Agustus Tahun 2004.Yang
dipublikasikan lagi dengan judul Subgrade Improvement for Paved and
Unpaved Surfaces Using Geogrids oleh Stephen Archer, PE edisi Oktober
2008. Didalam perencanaan konstruksi perkerasan jalan dengan metode ini
merupakan pengembangan dari metode sebelumnya yaitu metode: Giroud dan
Noiray (1981) dan Giroud et al. ( 1985)., dimana dalam metode ini dikembangkan
tentang penggunaan geosynthetic, untuk perbaikan subgrade/ tanah dasar
sebagai pondasi konstruksi jalan.
Metode ini
dipergunakan untuk Perumusan teori Disain lapisan konstruksi
perkesaran jalan dengan geosynthetic, ditemukan oleh , J.P.
Giroud, Ph.D., dan Jie Han, Ph.D., yang diterbitkan The American Society
of Civil Engineers (ASCE) Journal of Geotechnical
and Geoenvironmental Engineering, edisi Agustus Tahun 2004.
Rumus berikut digunakan untuk memperkirakan ketebalan
lapisan pondasi base course yang diperlukan ( h)
untuk serviceability guna mendukung tanah dasar akibat beban
kendaraan. Di dalam penggunaan rumus ini, pihak perencana dapat
menghitung ketebalan lapisan base course dengan ketebalan ( h):

Rumus : Giroud-Han(2004)
Sumber : The American Society of Civil Engineers
(ASCE) Journal of Geotechnical andGeoenvironmental Engineering, edisi
Agustus Tahun 2004.
dimana
:
‘h = Ketebalan
lapisan base course (m)
J = Stabilitas Modulus Geogrid
( m – N/degree)
N = Jumlah kendaraan sumbu
terberat
P = Beban Kendaraan ( kN)
‘r = Luas bidang sentuh roda
kendaraan (m)
CBRsg = California bearing ratio
(CBR) subgrade soil
CBRbc = CBR base course
S = tebal minimum
urugan base course (102mm)
Fs = factor equal 75 mm
Fc = factor equal 30
kPa
Nc = bearing capacity
factor, dimana
Nc = 3.14 dan J = 0
untuk unreinforced base course; Nc = 5.14
J = 0
untuk geotextile-reinforced base course; Nc = 5.71
J =0.32 m-N/degree untuk
Tensar BX1100-reinforced base course;
Nc = 5.71
J = 0.65 m-N/degree
untuk Tensar BX1200- reinforced base course.
Metode ZTVE StB dari Jerman , Tahun
1994
Metode ZTVE
StB( Jerman)/1994, ini merupakan metode yang bersumber dari
terjemahan Artikel langsung dari paper yang diterbitkan dengan
judul ‘Dimensionierung von Oberbauten von Verkehrsflächen unter
Einsatz von multifunktionalen Geogrids zur Stabilisierung des Untergrundes’yang
diperkenalkan di konferensi on geosynthetics ‘Kunststoffe in
der Geotechnik’, di Technical University Munich, March 1999. Dimuat
lagi dalam Jurnal Teknologi dengan judul Design methods for roads
reinforced with multifunctional geogrid composites for subbase stabilization
oleh N. Meyer, Fachhochschule Frankfurt am Main, Germany, dan J.M. Elias,
Colbond Geosynthetics, Arnhem, the Netherlands, dimana dalam metode ini
dikembangkan tentang penggunaan geosynthetic, untuk perbaikan
subgrade/tanah dasar sebagai pondasi konstruksi jalan, sekaligus perhitungan
angka keamanan (safety factor), terhadap hasil perencanaan perhitungan
tebal perkerasan konstruksi jalan. Untuk mendisain konstruksi lapisan
permukaan jalan di Jerman menggunakan metode/program standar
RSTO 86/89. Desain
jalan pada umumnya menggunakan konstruksi beberapa lapisan dengan ketebalan
berbeda, total ketebalan lapisan konstruksi jalan dihitung keseluruhan
dalam metode ini, tetapi lapisan permukaan tidak mempunyai pengaruh terhadap
bearing kapasitas, dan hanya berfungsi untuk menyebar
beban. (mekanismenya dapat dilihat
digambar 2.12).

Gambar
2.3. Situasi Gaya dan
Tekanan Pada Lapisan Konstruksi Perkerasan Jalan
Sumber : The American Society of Civil Engineers (ASCE)
Journal of Geotechnical and GeoenvironmentalEngineering(2004)
Lapisan bagian
atas menyangkut total struktur jalan elastis, yang dianggap sebagai isotropis dan
berfungsi menyebarkan beban roda. Tidak punya pengaruh terhadap bearing
kapasitas (daya dukung). Konstruksi lapisan permukaan dihitung
menggunakan aspal. Dalam hal ini beban disebarkan ke semua arah
sudut, sebagai lapisan atas (top layer) dan memiliki density
tinggi. Untuk mengecek apakah struktur sudah kuat/stabil secara
keseluruhan sesuai umur rencana jalan, bearing capacity(kapasitas
daya dukung) maksimum urugan lapisan badan jalan dan daya dukung tanah
dasar (sub soil harus dihitung dan harus dibandingkan dengan kondisi
tekanan( stresses) kenyataan.
Faktor keamanan (FS) untuk mengecek kesetabilan adalah:

dimana :
Pf = Tekanan pada lapisan urugan (base
course)
Py = Daya dukung lapisan urugan(base
course)
Pe,s = Total tekanan pada lapisan tanah
dasar
Pu = Daya dukung tanah dasar
Faktor Safety. 1(FS 1)
Metode
desain mengasumsikan lapisan permukaan elastis, yang tidak mempunyai efek pada
kekakuan total struktur. Dalam kenyataan dilapangan tentu saja
permukaan jalan (surface)memberikan kekuatan tambahan
· Compaction (pemadatan)
lapisan base course (fill) yang berisi butiran kerikil kecil
mungkin dapat menaikkan nilai daya dukung urugan sampai batas maksimum, dan
terbatas atau tidak adasettlement urugan
Faktor Safety. 2 (FS 2)
Selama umur
rencana konstruksi jalan, persamaan differensial setlemen boleh terjadi dilapisan
subsoil (tanah dasar) yang memiliki nilai CBR rendah, dan akibat beban dynamic
roda kendaraan. Geogrid dapat menaikkan nilai daya dukung tanah dasar,
dan mengurangi settelmen, mekanisme kegagalan yang paling
kritis. Karenanya harus memiiki faktor keselamatan lebih tinggi.
Catatan:
Untuk memberi nilai – nilai FS 1 dan FS sesuai
tingkat keamanan .Mereka berpedoman pengalaman dan refrensi lain dan
boleh juga sesuai dengan pilihan factor keamanan para perencana
masing – masing, para perancang boleh memilih untuk mengadopsi factor
keselamatan tergantung penerapan standar baku di negara–negara masing-masing.
Panduan Analisa Harga Satuan No.008/BM/2008 oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum tahun 2008
Panduan analisa
harga satuan(PAHS) merupakan buku panduan dalam pembuatan HPS (Harga Perkiraan
Sendiri) atau Owner’s Estimate bagi unsur pelaksana pengadaan jasa konstruksi.
Analisa harga
satuan ini menguraikan suatu perhitungan harga satuan bahan dan pekerjaan yang
secara teknis dirinci secara detail berdasarkan suatu metode kerja dan
asumsi-asumsi yang sesuai dengan yang diuraikan dalam suatu spesifikasi
teknis, gambar disain dan komponen harga satuan,baik untuk kegiatan
rehabilitasi/ pemeliharaan, maupun peningkatan jalan dan jembatan
Metode Analytical Hierarchy Process(AHP)
Analytical
Hierarchy Process(AHP) merupakan metode yang dikembangkan oleh Prof.Thomas
L.Saaty dan dipublikasikan pada tahun 1980 dapat memecahkan masalah yang
komplek, dimana kriteria dan alternatif yang diambil cukup
banyak. Juga kompleksitas ini disebabkan oleh struktur masalah yang belum
jelas.
Metode AHP
adalah suatu teknik pengambilan keputusan yang memasukkan kriteria ganda baik
yang bersifat nyata maupun tidak nyata, kuantitatif maupun kualitatif yang
memperhitungkan juga adanya konflik ataupun perbedaan-perbedaan
pendapat. Aplikasi AHP telah meluas dan tidak saja digunakan dalam bidang
teknik, manajemen , dan bisnis.AHP juga mulai dikenal oleh para analis yang
umumnya memberikan support bagi pemerintah dalam penentuan
kebijakannya.
Kelebihan metode Analytical Hierarchy
Process dibandingkan metode lainnya adalah :
1.
Dapat menentukan
prioritas kebijakan tidak hanya dengan penilaian kuantutatif, tetapi
juga dengan penilaian kualitatif;
2.
Mengurangi ambiguitas
tujuan dan mengurangi potensi konflik antara tujuan ,spesifikasi ,
dan target;
3.
Dapat mengidentifikasi
tujuan tersem-bunyi yang mungkin bertentangan satu sama lain
dengan menampakkan bobot dari
masing-masing kriteria;
4.
Dapat mengidentifikasi
kriteria yang digunakan dalam beberapa tingkat;
5.
Mempunyai tingkat
sensitifitas yang tinggi terhadap penilaian kriteria;
6.
Mempunyai analisa
konsistensi sehingga penilaian yang tidak konsisten dapat dieliminer
hingga sampai rasio yang ditolelir
(10 %).
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Adapun kerangka
pemikiran yang melandasi konseptual dalam penelitian ini berdasarkan
dokumentasi, pengamatan dari hasil kajian pustaka secara teori dan fakta
yang bermanfaat sebagai alur pemikiran sistim analisis keputusan dalam
pemilihan konstruksi perkerasan jalan.
Subyek Penelitian
Subyek
penelitian untuk metode Analitychal Hierarchy Process
(AHP) ini dari responden yang memiliki latar belakang pendidikan teknik
sipil,yang diambil dari Kepala Dinas, Pejabat Teknis Eselon III, dan Pejabat
Teknis Eselon IV di Lingkungan Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan yang
mempunyai kewenangan, dan kebijakan mengambil keputusan dalam hal menentukan
Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan yang akan diterapkan, penentuan
dilakukan penyebaran kuesioner AHP pada responden. Pemilihan responden
Pejabat Eselon didasarkan atas beberapa hal, yaitu :
1.
Responden yang
mengerti dan pengalaman tentang permasalahan teknis perencanaan
konstruksi perkerasan jalan.
2.
Responden yang
mengerti atau paham mengenai kondisi Jalan di Kabupaten Lamongan.
3.
Responden yang
berpengaruh pada kebijakan untuk menentukan jenis konstruksi
perkerasan jalan di Kabupaten
Lamongan
Kerangka
Konseptual
Pemilihan jenis
konstruksi perkerasan jalan harus selalu memperhatikan kompleksitas
kriteria-kriteria dan pilihan alternatif-alternatif konstruksi jalan yang akan
diterapkan pada perencanaan. Hal ini menyebabkan adanya kecenderungan
semakin rumitnya persoalan yang harus dikaji dan diselesaikan terkait dengan
pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan.
Dalam kondisi
demikian,solusi yang ideal dapat diperoleh dengan melakukan kajian antar kriteria untuk mendapatkan tujuan terbaik yang
masih diterima oleh pengambilan keputusan(decision maker).Untuk itu diperlukan
suatu strategi dan prosedur yang sistimatis untuk analisis dan evaluasi
berbagai alternatif penyelesaian persoalan yang mungkin dapat ditempuh.
Proses
pengambilan keputusan merupakan proses penyelesain masalah terkait dengan upaya
pemilihan beberapa alternative pada cakupan pertimbangan criteria yang
kompleks.Proses ini dimulai dengan identifikasi persoalan secara
runtut. Selanjutnya adalah menetapkan kategori dan melakukan kuantifikasi
tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang telah ditetapkan akan menentukan
langkah atau tindakan untuk memperoleh penyelesaian persoalan.
Salah satu
metode dalam pengambilan keputusan adalah analytical hierarchy
process yang disingkat AHP.Metode AHP ini berperan dalam
menstrukturkan kriteria -kriteria yang ada untuk suatu masalah pengambilan
keputusan dengan banyak kriteria. Pengambilan keputusan perlu menentukan
tingkat kepentingan antara kriteria-kriteria yang ada dengan memban-dingkan semua kombinasi kriteria yang
mungkin. Selanjutnya disusun suatu matrik hubungan relatif nilai kepentingan dari kriteria-kriteria
yang ada. Selanjutnya urutan prioritas/rangking dari kriteria dapat
disusun dengan mencarieigenvektor matrik tersebut.
Tiap alternatif diuji konsekuensi-
konsekuensi (outcomes) yang ditimbulkan kemudian dinilai dengan
masing-masing kriteria. Sehingga tiap alternatif mempunyai nilai untuk semua kriteria.
Selanjutnya nilai tersebut dikalikan dengan bobot kriteria tersebut dari hasil
analisis eigen vektormatriks hubungan relatif nilai kepentingan
diatas. Jumlah nilai setelah perkalian ini adalah nilai akhir alternatif tindakan tersebut. Pengambilan
keputusan selanjutnya memilih alternatif tindakan yang paling tinggi nilainya.
Kriteria-kriteria
Pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan
Adapun kriteria-kriteria yang diguna-kan sebagai bahan pertimbangan pengam-bilan keputusan ini merupakan
hasil dari observasi, interview/wawancara langsung dengan pihak Kepala
Dinas, Pejabat Eselon III, dan Pejabat Eselon IV, maupun staf teknis di
Lingkungan Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan, adalah sebagai berikut:
1. Kriteria
Kompetensi Penyedia Jasa/ Kontraktor
2. Kriteria
Jenis material alam yang akan digunakan sebagai material konstruksi jalan
3. Kriteria
Kemampuan Dana Anggaran/ Biaya Pemerintah Daerah Kab. Lamongan;
4. Kriteria
Methode Pelaksanaan
5. Kriteria
Pengendalian dan Pengawasan
6. Kriteria
Pasca Pelaksanaan konstruksi
Alternatif-Alternatif
jenis konstruksi perkerasan jalan
Berikut ini adalah
alternatif-alternatif jenis konstruksi perkerasan jalan yang dapat dipilih oleh
pengambil keputusan dan kebijakan yang dapat diterapkan di Dinas PU. Bina
Marga Kab. Lamongan.
1. Konstruksi
Laston - Agregat A - Agregat B;
2. Konstruksi
Laston - Deltu+ Semen(Soil Cement);
3. Konstruksi
Beton(CBC) - Deltu;
4. Konstruksi
Laston - Agregat B - Geotextile;
5. Konstruksi
Laston - Deltu+ Semen(Soil Cement) - Geotextile;
Sedangkan untuk
perhitungan biaya menggunakan Panduan analisa harga satuan No.008/BM/2008 oleh
Direktorat Jenderal Bina Marga.
Pembuatan
Struktur Hierarki Model AHP
Tingkat
/hirarki pemilihan jenis konstruksi adalah ukuran kualitatif untuk
menentukan pilihan terbaik alternatif konstruksi jalan berdasarkan pertimbangan
kriteria-kriteria yang ada di Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan
Tujuan akhir
desain pengambilan keputusan dan kebijakan adalah ingin menghasilkan keputusan
yang terbaik dalam hal pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan berdasarkan
kriteria dan pertimbangan dari para pengambilan keputusan dan kebijakan di
Dinas PU. Bina Marga Kabupaten Lamongan.
ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Bobot
masing-masing level kriteria didapat dari kuesioner yang diisi oleh responden
yang memiliki latar belakang pendidikan teknis sipil dan berpengalaman
dibidangnya, terdiri dari Kepala Dinas PU. Kab. Lamongan , Pejabat Teknis
Eselon III, dan Pejabat Teknis Eselon IV di Lingkungan Dinas PU. Bina
Marga Kab. Lamongan yang mempunyai kewenangan, dan kebijakan mengambil keputusan dalam hal menentukan Jenis
Konstruksi Perkerasan Jalan yang akan diterapkan, penentuan
dilakukan penyebaran kuesioner AHP pada responden. Jumlah responden sebanyak 7
responden.Nilai yang dipakai dalam pembobotan berpasangan ini adalah nilai
rata-rata geometri responden yang dibulatkan ke atas.
Sebagai contoh perhitungan, perbandingan berpasangan matriks pada level kriteria yang didapatkan dari hasil survei adalah skala nilai perbandingan berpasangan berdasarkan goal sebagai berikut: Jika nilai elemen yang dibandingkan sangatdekat satu sama lain, penggunaan skala 1.1, 1.2 hingga 1.9 dapat digunakan.
Contoh Matrix
Perbandingan Pasangan Hasil Survei
|
Goal
|
Kompetensi
kontraktor
|
Material
pondasi
|
Biaya
|
Metode
Kerja
|
Pengawasan
|
Pasca
konstruksi
|
|
Kompetensi
kontraktor
|
1
|
9
|
9
|
7
|
7
|
9
|
|
Material
pondasi
|
1/9
|
1
|
1
|
1/2
|
1/3
|
2
|
|
Biaya
|
1/9
|
1
|
1
|
2
|
1/3
|
3
|
|
Metode
Kerja
|
1/7
|
2
|
½
|
1
|
1
|
4
|
|
Pengawasan
|
1/7
|
3
|
3
|
1
|
1
|
2
|
|
Pasca
konstruksi
|
1/9
|
1/2
|
1/3
|
¼
|
½
|
1
|
|
Jumlah
|
1,61
|
16,50
|
14,83
|
11,75.
|
10,16
|
21,00
|
Jumlah pertanyaan perbandingan berpasangan adalah n(n-1)/2 karena saling berbalikan dan diagonalnya selalu bernilai satu. Responden yang jawabannya tertera pada tabel 4.1 menyatakan bahwa faktor-faktor untuk memilih kompetensi kontraktor sangat penting dibandingkan Jenis pondasi(base course)
Kepentingan relatif
dari tiap faktor dari setiap baris dari matrik dapat dinyatakan sebagai bobot
relatif yang dinormalkan (normalized relative weight). Bobot relatif yang
dinormalkan ini merupakan suatu bobot nilai relatif untuk masing-masing
faktor pada setiap kolom, dengan membandingkan masing-masing nilai
skala dengan jumlah kolomnya. Eigenvektor utama yang
dinormalkan (normalized principaleigen vector) adalah identik dengan
menormalkan kolom-kolom dalam matrix perbandingan berpasangan. Ini merupakan
bobot nilai rata-rata secara keseluruhan, yang diperoleh dari rata-rata bobot
relatif yang dinormalkan masing-masing faktor pada setiap barisnya.Sebagai
contoh, bobot relatif yang dinormalkan dari faktor kompetensi kontraktor
terhadap biaya dalam tabel 4.1 adalah 9/14,83=0.606, sedangkan bobot relatif
yang dinormalkan untuk faktor metode kerja terhadap pengawasan dan pengendalian adalah
1/10,16 =0,098. Tabel 4.2 merupakan hasil perhitungan bobot relatif yang
dinormalkan dari contoh tabel 4.1. Eigen vektor utama yang tertera
pada kolom terakhir tabel 4.2 didapat dengan merata rata bobot relatif yang
dinormalkan pada setiap baris.
Tabel 4.2 : Contoh
Bobot Relatif dan Eigen Vektor Utama dari Level kriteria
|
Goal
|
Kompetensi
kontraktor
|
Material
pondasi
|
Biaya
|
Metode
Kerja
|
Penga-wasan
|
Pasca
kon-struk-si
|
Eigen-vector Utama
|
|
Kompetensi kontraktor
|
0,617
|
0,545
|
0,0674
|
0,5957
|
0,6885
|
0,4286
|
0,5804
|
|
Material pondasi
|
0,068
|
0,0606
|
0,0674
|
0,0426
|
0,328
|
0,0952
|
0,0612
|
|
Biaya
|
0,068
|
0,0606
|
0,0337
|
0,1702
|
0,0328
|
0,1429
|
0,0904
|
|
Metode Kerja
|
0,0882
|
0,1212
|
0,2022
|
0,0851
|
0,0984
|
0,1905
|
0,1028
|
|
Pengawasan
|
0,0882
|
0,1818
|
0,0225
|
0,0851
|
0,0984
|
0,0952
|
0,1252
|
|
Pasca konstruksi
|
0,068
|
0,0303
|
0,0225
|
0,0213
|
0,0492
|
0,0478
|
0,0399
|
|
Jumlah
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
Eigenvektor utama
merupakan bobot rasio dari masing-masing faktor. Pada contoh di tabel
4.2,responden tersebut menilai faktor kompetensi kontraktor sebagai faktor
utama, pengawasan,metode kerja,biaya,material alam dan pasca konstruksi.
Baginya, faktor kompetensi kontraktor adalah 58,04/9,04 = 6,419 kali lebih
penting dari factor biaya, dan faktor metode kerja 10,28/3,99 =2,576 kali lebih
penting dari pasca konstruksi.
Konsistensi AHP
Jika aij mewakili derajat kepentingan faktor
terhadap faktor j dan ajk menyatakan kepentingan dari faktor j terhadap
faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan dari
faktor i terhadap faktor k harussama dengan aij.ajk atau jika aij.ajk = aik
untuksemua i,j,k maka matrix tersebut konsisten. Permasalahan didalam
pengukuran pendapat manusia, konsistensi tidak dapat dipaksakan. Jika
A>B (misalnya 2 > 1) dan C>B (misalnya3>1), tidak dapat dipaksakan
bahwa C>A denganangka 6>1 meskipun hal itu konsisten. Pengumpulan
pendapat antara satu faktor dengan yang
lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada
ketidak konsistensi jawaban yang diberikan responden.Namun, terlalu
banyak ketidakkonsistensi juga tidak diinginkan. Pengulangan wawancara
padasejumlah responden yang sama kadang diperlukan apabila derajat tidak
konsistennya besar. Saat [4] telah membuktikan bahwa indekkonsistensi
dari matrik berordo n dapat diperoleh dengan rumus
kajian-tekniksipil.blogspot.com/2012/02/analisis-keputusan-pemilihan-konstruksi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar