ADITIYA DARMAWAN
Rabu, 07 Agustus 2019
Selasa, 15 Januari 2019
"Pengaruh Penggunaan Fluid Viscous Damper (FVD) Terhadap Kinerja Struktur Gedung Simetris (Universitas Gunadarma Review)"
Assalamu'alaikum Wr.Wb
Hallo sobat blogger, kali ini saya akan me-review sebuah jurnal yang membahas tentang peredam gempa fluid viscous damper (fvd).
Teknologi peredam gempa salah satunya yaitu Fluid viscous damper (FVD) adalah suatu alat yang digunakan
untuk meredam sebuah gaya dinamis yang
bekerja pada sebuah struktur seperti beban gempa, beban angin, dan beban
getaran mesin. FVD berfungsi sebagai peredam tambahan pada struktur dengan
mereduksi tegangan dan defleksi saat pembebanan terjadi serta mereduksi gaya
saat pembebanan terjadi. Peredam FVD menghilangkan energi dengan mengubah
energi kinetik menjadi energi panas, selanjutnya panas yang terjadi menghilang
di udara (atmosfir), Jika piston FVD tertekan, fluida mengalir dari Chamber 2 (Ruang 2) ke Chamber 1 (Ruang 1), sebaliknya jika
piston FVD tertarik, maka fluida mengalir dari Chamber 1 ke Chamber 2.
Perbedaan tekanan yang besar yang melewati orifice
menciptakan sebuah gaya redaman.
Skema
potongan memanjang FVD dapat dilihat pada gambar berikut

Pada aspek waktu getar, konfigurasi pemasangan FVD dalam 2 arah sumbu, kinerja FVD akan lebih efektif jika kombinasi lokasinya adalah portal interior arah memanjang dan portal interior arah melintang. Hal ini ditunjukkan dengan durasi waktu getar terpanjang.
Pada aspek gaya geser dasar, konfigurasi pemasangan FVD dalam 2 arah sumbu, kinerja FVD akan lebih efektif jika FVD dipasang secara sentris pada sumbu-sumbu portal interior. Hal ini ditunjukkan dengan nilai gaya geser dasar terkecil.
Pada aspek simpangan antar tingkat, Defleksi horizontal arah akan berkurang jika FVD dipasang pada portal sumbu interior dan sumbu eksterior dengan jumlah FVD pada arah lebih banyak, dan defleksi horizontal arah akan berkurang dengan cukup memasang FVD pada portal eksterior arah.
Desain struktur gedung harus memenuhi 3 (tiga) aspek utama;
yaitu: kekuatan, kekakuan, dan daktilitas. Hal ini bermakna bahwa kinerja struktur sedemikian rupa sehingga saat struktur dan elemen struktur mengalami pembebanan termasuk beban dinamis. Salah satu upaya untuk meningkatkan
kinerja struktur gedung dalam kondisi pembebanan dinamis (beban gempa, beban
angin, beban getaran mesin) adalah meredam getaran dengan memasang sistem
kontrol pasif berupa fluid viscous damper (FVD). Tujuannya adalah untuk
mengetahui keefektifan pola penempatan FVD pada struktur gedung bertingkat
beton bertulang tipe SPRMK menggunakan jenis FVD yang sama dengan mencermati
kinerja struktur meliputi aspek waktu getar struktur, gaya geser dasar,
simpangan antar tingkat, serta tingkat kinerja struktur.
Perbandingan kondisi bangunan dengan peredam gempa dan tidak memakai peredam gempa di video berikut
Nama : Aditiya Darmawan
Npm : 10315165
Kelas : 4ta02
Dosen Pengajar : I Kadek Bagus Widana Putra
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS GUNADARMA
Foto:https://www.google.com/urlsa=i&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiN5Ifu1_HfAhXZinAKHSEQDqUQjRx6BAgBEAU&url=https%3A%2F%2Fwww.researchgate.net%2Ffigure%2FA-typical-fluid-viscous-damper-manufactured-by-Taylor-Devices-Inc_fig2_287215784&psig=AOvVaw0e9ycCD5PqKlcoQqbBqPBL&ust=1547706959627895
Hyperlink to:
Sabtu, 05 Januari 2019
ARBRITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PENYELENGGARAAN KONTRUKSI
ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN

Nama (NPM) : 1. Aditiya Darmawan (10315165)
2. Bagas Bimantara (13315268)
3. Ilham Anugrah Widjaya (13315268)
4. Sarah Dwikusuma H (16315393)
5. Wisnu Maulana (17315190)
6. Yosua Manurung (17315294)
Dosen : Efa Wahyuni, SE.
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018
ARBRITRASE
DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PENYELENGGARAAN KONTRUKSI
Sebenarnya,
arbitrase sudah ada sejak lama, tetapi baru lebih banyak dikenal dan digunakan
sejak dikeluarkannya UU Arbitrase. Penyelesaian sengketa dagang menjadi lebih
banyak menggunakan alternatif ini lantaran dinilai lebih efektif. Putusan yang
dihasilkan dari proses arbitrase bersifat final, independen, dan mengikat,
artinya setiap pihak baik pemohon maupun termohon wajib memenuhinya. Sengketa
perusahaan yang telah selesai ini tidak perlu lagi dibawa ke meja pengadilan.
Arbitrase juga kerap menjadi pilihan untuk menyelesaikan urusan sengketa
perusahaan karena sifatnya yang tertutup. Terutama bagi pelaku usaha yang sudah
besar dan memiliki nama di publik, adanya kasus tentu dapat memengaruhi proses
bisnis yang sudah berjalan baik. Menyelesaikan masalah melalui arbitrase adalah
pilihan yang bijak karena pemeriksaan dan persidangan tidak dibuka untuk umum
sehingga dapat menjaga kerahasiaan sengketa. Keuntungan lainnya dalam
menyelesaikan kasus dengan arbiter adalah dua belah pihak telah mengetahui
posisi dan sikap masing-masing sebelum sidang dimulai. Seperti yang disampaikan
sebelumnya, sidang merupakan prosedur yang dilaksanakan setelah berkas
permohonan disampaikan dan tanggapan pemohon diterima. Daftar bukti untuk
mendukung dalilnya pun telah disiapkan oleh masing-masing pihak. Dengan
demikian, setiap pihak lebih leluasa dalam menyampaikan argumennya pada saat
persidangan.
Pada
prinsipnya, prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitrase melalui lembaga
institusional dan ad hoc tidak terlalu banyak berbeda. Berikut ini adalah
prosedur yang harus dilakukan
1. Pendaftaran
dan Permohonan Arbitrase
Seperti
yang disampaikan sebelumnya, kesepakatan penyelesaian sengketa melalui
arbitrase harus disetujui dua belah pihak. Sebelum berkas permohonan
dimasukkan, Pemohon harus lebih dulu memberitahukan Termohon bahwa sengketa
akan diselesaikan melalui jalur arbitrase. Surat pemberitahuan ini wajib
diberikan secara tertulis dan memuat lengkap informasi seperti yang tertuang
pada Undang-Undang No. 39 Tentang Arbitrase pasal 8 ayat 1 dan 2, yakni:• Nama
dan alamat lengkap Pemohon dan Termohon; dalam menyelesaikan sengketa.
2. Penunjukan
Arbiter
Merujuk
pada UU Arbitrase pasal 8 ayat 1 dan 2 yang disebutkan sebelumnya, pemohon dan
termohon dapat memiliki kesepakatan mengenai arbiter. Kesepakatan ini
dituliskan pada permohonan arbitrase yang disampaikan Pemohon dan dalam jawaban
Termohon (dijelaskan pada poin 3 mengenai Tanggapan Pemohon).Forum arbitrase
dapat dipimpin hanya oleh seorang arbiter (arbiter tunggal) atau Majelis.
3. Tuntutan
Balik
Dalam
jangka waktu 30 hari tersebut, Termohon harus mengajukan tanggapannya kepada
BANI untuk kemudian diserahkan kepada Majelis dan Pemohon. Jawaban tersebut
harus mengandung keterangan mengenai fakta-fakta yang mendukung permohonan
arbitrase berikut butir-butir permasalahannya.
Daftar Pustaka:
ASPEK PENATAAN RUANG DAN PERIJINAN UNTUK MELAKSANAAN PROYEK PEMBANGUNAN
ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN

Nama (NPM) : 1. Aditiya Darmawan (10315165)
2. Bagas Bimantara (13315268)
3. Ilham Anugrah Widjaya (13315268)
4. Sarah Dwikusuma H (16315393)
5. Wisnu Maulana (17315190)
6. Yosua Manurung (17315294)
Dosen : Efa Wahyuni, SE.
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018
ASPEK
PENATAAN RUANG DAN PERIJINAN UNTUK MELAKSANAAN PROYEK PEMBANGUNAN
Peraturan
Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Proyek Strategis
Nasional yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 8 Januari 2016
tidak hanya menyoal ketentuan batasan dan perizinan. Perpres itu juga membahas
ketentuan perihal tata ruang, penyediaan tanah, jaminan, dan pengadaan barang
dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Pelaksanaan Proyek Strategis
Nasional dalam pasal 19 ayat (1) Perpres itu dilakukan dengan memerhatikan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detil Tata Ruang Daerah (RDTRD),
atau Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sementara pasal 19
ayat (2) mengatur ketentuan apabila Proyek Strategis Nasional berbenturan
dengan rencana-rencana di atas. "Dalam hal lokasi Proyek Strategis Nasional
tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang
Daerah, atau Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan secara
teknis tidak dimungkinkan untuk dipindahkan dari lokasi yang direncanakan,
dapat dilakukan penyesuaian tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang penataan ruang," bunyi Pasal 19 ayat (2)
Perpres tersebut.
Sebenarnya
ada berapa perizinan yang nyangkut dengan target yang kita kehendaki. Ada pun
delapan izin itu sebagai berikut:
1.
Izin
lingkungan setempat Izin ini terkait juga dengan UU Gangguan yang
dikeluarkan
oleh pemda setempat.
2.
Keterangan
Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Keterangan ini dikeluarkan oleh
Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda).
3.
Izin
pemanfaatan lahan atau izin pengeringan lahan Izin ini terutama diberlakukan
jika
ada pengembang yang memakai lahan sawah untuk dikonversi menjadi perumahan.
4. Izin
prinsip Izin ini dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat.
5. Izin
lokasi Izin ini diterbitkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan
Pertanahan
Nasional.
6. Izin
dari Badan Lingkungan Hidup atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
Izin dari BLH merupakan pengganti Amdal. Jika lokasi yang digunakan cakupannya
kecil, cukup mengurus izin Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UPL-UKL).
7. Izin
dampak lalu lintas Izin ini dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan. Jika
perumahan
mau dihubungkan dengan jalan arteri, pengembang harus memiliki izin ini.
8. Pengesahan
site plan Hasil perencanaan lahan (site plan) berfungsi untuk mengetahui
pengaturan ruang yang akan digunakan saat perumahan dibangun. Izin ini
diterbitkan oleh dinas pemerintah daerah setempat di bawah Kementerian PU-Pera.
Daftar Pustaka:
ASPEK AGRARIA DALAM PEMBANGUNAN
ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN

Nama (NPM) : 1. Aditiya Darmawan (10315165)
2. Bagas Bimantara (13315268)
3. Ilham Anugrah Widjaya (13315268)
4. Sarah Dwikusuma H (16315393)
5. Wisnu Maulana (17315190)
6. Yosua Manurung (17315294)
Dosen : Efa Wahyuni, SE.
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018
ASPEK AGRARIA DALAM PEMBANGUNAN
Boedi
Harsono membedakan pengertian agraria dalam tiga perspektif, yakni arti agraria
dalam arti umum, Administrasi Pemerintahan dan pengertian agraria berdasarkan
Undang-undang Pokok Agraria. Pertama dalam perspektif umum, agraria berasal
dari bahasa Latin ager yang berarti tanah atau sebidang tanahSebutan agrarian
laws bahkan seringkali digunakan untuk menunjuk kepada perangkat
peraturan-peraturan hukum yang bertujuan mengadakan pembagian tanah-tanah yang
luas dalam rangka lebih meratakan penguasaan dan pemilikannya.
Di
Indonesia sebutan agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan dipakai dalam
arti tanah, baik tanah pertanian maupun non pertanian. Biarpun tidak dinyatakan
dengan tegas, tetapi dari apa yang tercantumdalam Konsiderans, pasal-pasal dan
penjelasannya, dapatlah disimpulkan, bahwa pengertian agraria dan hukum agraria
dalam UUPA dipakai dalam arti yang sangat luas. Pengertian agraria meliputi
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Dalam batas-batas
seperti yang ditentukan dalam Pasal 48, bahkan meliputi juga ruang angkasa.
Yaitu ruang di atas bumi dan air yang mengandung :tenaga dan unsur-unsur yang
dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan
bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hal-hal lainnya
yang bersangkutan dengan itu. Undang-Undang Pokok Agraria (Uupa) Sebagai Hukum
Agraria Nasional
1.
Sifat
Nasional UUPA
UUPA
mempunyai dua substansi dari segi berlakunya, yaitu pertama tidak memberlakukan
lagi atau mencabut hukum agraria kolonial, dan kedua membangun hukum agraria
nasional. Menurut Boedi Harsono, dengan berlakunya UUP, maka terjadilah
perubahan yang fundamental pada hukum agraria diIndonesia, terutama hukum di
bidang pertanahan. Perubahan yang fundamental ini mengenai struktur perangkat
hukum, konsepsi yang mendasari maupun isinya. UUPA juga merupakan undang-undang
yang melakukan pembaruan agraria karena di dalamnya memuat program yang dikenal
dengan Panca Program Agraria Reform Indonesia, yang meliputi sebagai berikut.
a. Pembaharuan
hukum agraria melalui unifikasi hukum yang berkonsepsi nasioanl dan pemberian
jaminan kepastian hukum;
b. Penghapusan
hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah;
c. Mengakhiri
penghisapan feodal secara berangsur-angsur.
d. Perombakan
pemilikan dan penguasaan atas tanah serta hubungan-hubungan hukum yang
berhubungan dengan penguasaan tanah dalam mewujudkan pemerataan kemakmuran dan
keadilan, yang kemudian dikenaldengan program landreform;
e. Perncanaan
persediaan dan peruntukan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya serta penggunaan secara terencana, sesuai dengan daya dukung dan
kemampuannya.
2. Sifat
Nasional Material UUPA
Sifat
nasional materian UUPA menunjuk kepada substansi UUPA yang harus mengandung
asas-asas berikut.
a. Berdasarkan
hukum tanah adat;
b. Sederhana;
c. Menjamin
kepastian hukum;
d. Tidak
mengabaikan unsur-unsur yang bersandar kepada hukum agama;
e. Memberi
kemungkinan supaya bumi, air dan ruang angkasa dapat mencapai fungsinya dalam
membangun masyarakat yang adil dan makmur;
f. Sesuai
dengan kepentingan rakyat Indonesia;
g. Memenuhi
keperluan rakyat Indonesia menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria;
h. Mewujudkan
penjelmaan dari Pancasila sebagai asas kerohanian negara dan cita-cita bangsa
seperti yang tercantum dalam undang-undang;
i. Merupakan
pelaksanaan GBHN (dulu Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Manifesto Politik;
j. Melaksanakan
ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
3. Sifat
Nasional Formal UUPA
Sifat
nasional formal UUPA menunjuk kepada pembentukan UUPAyang memenuhi sifat
sebagai berikut.
a. Dibuat
oleh pembentuk undang-undang naisonal Indonesia, yaitu DPRGR;
b. Disusun
dalam bahasa nasional Indonesia;
c. Dibentuk
di Indonesia;4) Bersumber pada UUD 1945;
d. Berlaku
dalam wilayah negara Republik Indonesia
4. Tujuan
UUPA
Tujuan
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) adalah
sebagai berikut.
a. Meletakkan
dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat
untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan, bagi Negara rakyat,
terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.
b. Meletakkan
dasarr-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum
pertahanan.
c. Meletakkan
dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat
seluruhnya.
Daftar Pustaka:
Aspek Perseroan, Perbankan, Perasuransian dan Perpajakan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi
ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN

Nama (NPM) : 1. Aditiya Darmawan (10315165)
2. Bagas Bimantara (13315268)
3. Ilham Anugrah Widjaya (13315268)
4. Sarah Dwikusuma H (16315393)
5. Wisnu Maulana (17315190)
6. Yosua Manurung (17315294)
Dosen : Efa Wahyuni, SE.
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018
Aspek
Perseroan, Perbankan, Perasuransian dan Perpajakan dalam penyelenggaraan Jasa
Konstruksi
Kontrak konstruksi atau dokumen mengandung aspek-aspek
seperti aspek teknis, hukum, administrasi, keuangan/perbankan, perpajakan, dan
sosial ekonomi. Seluruh aspek harus dicermati karena semuanya saliang
mempengaruhi dan ikut menentukan baik buruknya suatu pelaksanaan kontrak, atau
dengan kata lain sukses tidaknya sesuatu pekerjaan/proyek sangat tergantung
dari penanganan aspek aspek ini.
1.
Aspek Teknis
Tidak diragukan lagi bahwa aspek
teknis merupakan paling dominan dalam suatu kontrak konstruksi. Aspek inilah
yang menjadi pusat perhatian para para pelaku industri jasa kontruksi, seolah
olah apabila aspek ini berhasil dilaksanakan proyek tersebut diangap berhasil
dan sukses.
Padahal, aspek-aspek lain seharusnya juga diperhatikan
dan dikelola dengan baik agar seluruh isi kontrak dapat dijalankan dan dipatuhi
sebagaimana mestinya. Padahal umumnya aspek aspek teknis yang tercangkup dalam
beberapa dokumen kontrak adalah sebagai berikut
a.
Syarat-syarat
umum kontrak (General Condition of Contract)
b.
Lampiran-lampiran (Appendix)
c.
Syarat-syarat Khusus Kontrak (Special Condition of
contract / Conditions of
Contract – Particular)
d.
Spesifikasi Teknis (Technical Spesification)
e.
Gambar-gambar Kontrak (Contract Drawing)
2. Aspek Hukum
Sesungguhnya seluruh dokumen kontrak terutama
kontrak/perjanjian itu sendiri adalah hukum. Pasal 1338 KUHP menyatakan bahwa
seluruh perjanjian yang dibuat secara sah merupakan undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Beberapa contoh mengenai pasal-pasal dalam kontrak kontruksi
yang sarat dengan aspek hukum :
a. Penghentian
sementara
b. Pengakhiran
perjanjian/pemutusan kontrak
c. Penyelesaian
peselisihan
d. Keadaan
memaksa
e. Hukum
yang berlaku
f. Bahasa
kontrak
g. Domisili
3. Aspek
Keuangan/Perbankan
Aspek-aspek Keuangan/perbankan yang penting dalam kontrak kontruksi antara
lain :
a.
Nilai kontrak (Contract Amount) / Harga Borongan
b.
Cara Pembayaran (Method of Payment)
c.
Jaminan (Guarantee / Bonds)
Nilai kontrak dan cara pembayaran
kiranya cukup/jelas, bahwa kedua hak ini penting dicantumkan dalam kontak dan
merupakan aaspek paling penting untuk dicamtumkan karena pembayaran dan cara
pembayaran, dipandang dari sisi penyediaan jasa, merupakan tujuan akhir dari
suatu kontrak kerja.
Pembayaran dan cara pembayarannya dangat erat berkaitan
dengan jaminan yang harus disediakan, baik oleh penyedia jasa maupun pengusaha
jasa untuk menjamin/mengamankan pembayaran-pembayaran tersebut. Jaminan-jaminan
yang biasanya harus disediakan oleh penyedia jasa adalah :
a. Jaminan
uang muka
b. Jaminan
pelaksana
c. Jaminan
perawatan atas cacat
Sedangkan jaminan yang dapat diberikan oleh
pihak
pengguna jasa adalah
d. Jaminan
pembayaran
4.
Aspek Perpajakan
Dalam suatu kontrak kontrusi terkandung aspek perpajakan,
terutama yang berkaitan dengan nilai kontrak sebagai pendapatan penyedia jasa.
Jasa. Jenis pajak yang terkai dengan jasa kontruksi adalah:
a. Pajak
Pertambahan nilai (PPN)
b. Pajak Penghasilan
(PPh)
Dasar hukum yang mengenai Pajak Pertambahan nilai (PPN)
atas jasa kontruksi diatur pada pasal 4 (c) UU No.8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
diubah dengan UU No.18 Tahun 2000. Dasar Hukum pengenaan Pajak Penghasilan
(PPh) atas penghasilan jasa kontruksi siatur pada pasal 4 ayat 1 dan 2 UU No.7
Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No.17
Tahun 2000.
Daftar Pustaka:
Tinjauan Tentang International Standard of Conditions of Contract
ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN

Nama (NPM) : 1. Aditiya Darmawan (10315165)
2. Bagas Bimantara (13315268)
3. Ilham Anugrah Widjaya (13315268)
4. Sarah Dwikusuma H (16315393)
5. Wisnu Maulana (17315190)
6. Yosua Manurung (17315294)
Dosen : Efa Wahyuni, SE.
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018
Tinjauan
Tentang International Standard of Conditions of Contract
Dalam
dunia Internasional dikenal beberapa bentuk-bentuk Standar/Sistim Kontrak
Konstruksi yang diterbitkan oleh beberapa negara atau asosiasi profesi.
Diantaranya yang dikenal oleh kalangan Industri Jasa Konstruksi adalah FIDIC
(Federation Internationale des Ingenieurs Counsels), JCT (Joint Contract
Tribunals). AIA (American Institute of Architects) dan SIA (Singapore Institute
of Architects). Selain itu masih ada lagi beberapa sistim/standar kontrak, dari
Hongkong, Australia, Canada dan lain-lain.
Pada
Negara Indonesia umumnya kita sering menjumpai kontrak-kontrak yang menggunakan
standar/sistim FIDIC dan JCT terutama untuk proyek-proyek Pemerintah yang
menggunakan dana pinjaman (loan) dari luar negeri. Selain itu pihak swasta
asing yang beroperasi di Indonesia biasanya juga memakai salah satu
sistim/standar ini. Negara-negara penyandang dana dari Eropa Barat biasanya
menggunakan sistim/standar FIDIC, sedangkan Inggris dan Negara-negara
Persemakmuran memakai sistim JCT. Sistim AIA kebanyakan dipakai oleh
perusahaan-perusahaan Amerika yang beroperasi di Indonesia (kontrak-kontrak
pertambangan). Oleh karena itu, peninjauan Standar/Sistim Kontrak Konstruksi
Internasional dalam pelatihan ini dibatasi hanya mengenai sistim FIDIC dan JCT
serta sedikit uraian standar/sistim AIA dan SIA.
Sistim FIDIC
FIDIC
adalah singkatan dari Federation Internationale Des Ingenieurs Counsels atau
dalam bahasa Inggris disebut International Federation of Consultant Engineers
atau bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia adalah Federasi Internasional
Konsultan Teknik. FIDIC didirikan pada tahun 1913 oleh 3 (tiga) asosiasi
nasional dari Konsultan Teknik independen di Eropa. Tujuan pembentukan dari
federasi ini adalah untuk memajukan secara umum kepentingan-kepentingan
profesional dari anggota asosiasi dan menyebarkan informasi atau kepentingannya
kepada anggota-anggota dari kumpulan asosiasi nasional.
Syarat Umum FIDIC 1987
a. Definisi
dan Interpretasi (Definitions and Interpretation)
Dalam pasal ini diberikan definisi
kata-kata atau istilah yang mempunyai arti khusus yang dengan demikian
baik Penyedia Jasa maupun Pengguna Jasa sepakat menggunakan pengertian yang
sama mengenai suatu kata atau ungkapan. Hal ini sangat penting untuk
menghindari sengketa dikemudian hari.
b. Pelimpahan
Kontrak & Sub Penyedia Jasa (Assigment & Subcontracting)
1. Dalam pasal ini ditetapkan bahwa Penyedia
Jasa tidak berhak untuk melimpahkan kontrak baik sebagian atau seluruhnya tanpa
persetujuan tertulis terlebih dulu dari Pengguna Jasa
2. Demikian pula untuk penyerahan pekerjaan
kepada subPenyedia Jasa beserta pengaturan untuk pekerjaan-pekerjaan yang akan
di subkontrakkan tanpa memerlukan izin tertulis dari Pengguna Jasa
Perjanjian/Kontrak
(Agreement)
Terlihat
bahwa Perjanjian/Kontrak yang ditandatangani oleh para pihak menurut
sistim/standar FIDIC 1987 hanya terdiri dari 4 (empat) butir/pasal, yaitu :
a. Penjelasan
yang menyatakan bahwa semua kata dan atau istilah/ungkapan harus diartikan
seperti tercantum dalam syaratsyarat kontrak (Conditions of Contract).
b. Dokumen-dokumen
lain merupakan satu kesatuan dari Perjanjian.
c. Penyedia
Jasa harus melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai syarat-syarat
kontrak.
d. Kewajiban
Pemberi Tugas/Pengguna Jasa untuk membayar hasil pekerjaan Penyedia Jasa sesuai
ketentuan dalam kontrak pada waktu dan cara sesuai syarat-syarat kontrak.
Daftar Pustaka:
Langganan:
Komentar (Atom)