Selasa, 15 Januari 2019

"Pengaruh Penggunaan Fluid Viscous Damper (FVD) Terhadap Kinerja Struktur Gedung Simetris (Universitas Gunadarma Review)"


Assalamu'alaikum Wr.Wb
Hallo sobat blogger, kali ini saya akan me-review sebuah jurnal yang membahas tentang peredam gempa fluid viscous damper (fvd).

Teknologi peredam gempa salah satunya yaitu Fluid viscous damper (FVD) adalah suatu alat yang digunakan untuk meredam sebuah gaya dinamis yang bekerja pada sebuah struktur seperti beban gempa, beban angin, dan beban getaran mesin. FVD berfungsi sebagai peredam tambahan pada struktur dengan mereduksi tegangan dan defleksi saat pembebanan terjadi serta mereduksi gaya saat pembebanan terjadi. Peredam FVD menghilangkan energi dengan mengubah energi kinetik menjadi energi panas, selanjutnya panas yang terjadi menghilang di udara (atmosfir), Jika piston FVD tertekan, fluida mengalir dari Chamber 2 (Ruang 2) ke Chamber 1 (Ruang 1), sebaliknya jika piston FVD tertarik, maka fluida mengalir dari Chamber 1 ke Chamber 2. Perbedaan tekanan yang besar yang melewati orifice menciptakan sebuah gaya redaman. 

Skema potongan memanjang FVD dapat dilihat pada gambar berikut



Image result for Skema potongan memanjang Fluid Viscous Damper

Pada aspek waktu getar, konfigurasi pemasangan FVD dalam 2 arah sumbu, kinerja FVD akan lebih efektif jika kombinasi lokasinya adalah portal interior arah memanjang dan portal interior arah melintang. Hal ini ditunjukkan dengan durasi waktu getar terpanjang.
Pada aspek gaya geser dasar, konfigurasi pemasangan FVD dalam 2 arah sumbu, kinerja FVD akan lebih efektif jika FVD dipasang secara sentris pada sumbu-sumbu portal interior. Hal ini ditunjukkan dengan nilai gaya geser dasar terkecil.
Pada aspek simpangan antar tingkat, Defleksi horizontal arah akan berkurang jika FVD dipasang pada portal sumbu interior dan sumbu eksterior dengan jumlah FVD pada arah lebih banyak, dan defleksi horizontal arah akan berkurang dengan cukup memasang FVD pada portal eksterior arah.
Desain struktur gedung harus memenuhi 3 (tiga) aspek utama; yaitu: kekuatan, kekakuan, dan daktilitas. Hal ini bermakna bahwa kinerja struktur sedemikian rupa sehingga saat struktur dan elemen struktur mengalami pembebanan termasuk beban dinamis. Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja struktur gedung dalam kondisi pembebanan dinamis (beban gempa, beban angin, beban getaran mesin) adalah meredam getaran dengan memasang sistem kontrol pasif berupa fluid viscous damper (FVD). Tujuannya adalah untuk mengetahui keefektifan pola penempatan FVD pada struktur gedung bertingkat beton bertulang tipe SPRMK menggunakan jenis FVD yang sama dengan mencermati kinerja struktur meliputi aspek waktu getar struktur, gaya geser dasar, simpangan antar tingkat, serta tingkat kinerja struktur.

Perbandingan kondisi bangunan dengan peredam gempa dan tidak memakai peredam gempa di video berikut



Nama                   : Aditiya Darmawan
Npm                    : 10315165
Kelas                   : 4ta02
Dosen Pengajar   : I Kadek Bagus Widana Putra

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS GUNADARMA

Hyperlink to:

Sabtu, 05 Januari 2019

ARBRITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PENYELENGGARAAN KONTRUKSI

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN



Image result for Logo gundar


Nama (NPM) : 1. Aditiya Darmawan                     (10315165)
                          2. Bagas Bimantara                     (13315268)
                          3. Ilham Anugrah Widjaya            (13315268)
                          4. Sarah Dwikusuma H                (16315393)
                          5. Wisnu Maulana                        (17315190)
                          6. Yosua Manurung                      (17315294)
Dosen          : Efa Wahyuni, SE.




JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018



ARBRITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PENYELENGGARAAN KONTRUKSI

Sebenarnya, arbitrase sudah ada sejak lama, tetapi baru lebih banyak dikenal dan digunakan sejak dikeluarkannya UU Arbitrase. Penyelesaian sengketa dagang menjadi lebih banyak menggunakan alternatif ini lantaran dinilai lebih efektif. Putusan yang dihasilkan dari proses arbitrase bersifat final, independen, dan mengikat, artinya setiap pihak baik pemohon maupun termohon wajib memenuhinya. Sengketa perusahaan yang telah selesai ini tidak perlu lagi dibawa ke meja pengadilan. Arbitrase juga kerap menjadi pilihan untuk menyelesaikan urusan sengketa perusahaan karena sifatnya yang tertutup. Terutama bagi pelaku usaha yang sudah besar dan memiliki nama di publik, adanya kasus tentu dapat memengaruhi proses bisnis yang sudah berjalan baik. Menyelesaikan masalah melalui arbitrase adalah pilihan yang bijak karena pemeriksaan dan persidangan tidak dibuka untuk umum sehingga dapat menjaga kerahasiaan sengketa. Keuntungan lainnya dalam menyelesaikan kasus dengan arbiter adalah dua belah pihak telah mengetahui posisi dan sikap masing-masing sebelum sidang dimulai. Seperti yang disampaikan sebelumnya, sidang merupakan prosedur yang dilaksanakan setelah berkas permohonan disampaikan dan tanggapan pemohon diterima. Daftar bukti untuk mendukung dalilnya pun telah disiapkan oleh masing-masing pihak. Dengan demikian, setiap pihak lebih leluasa dalam menyampaikan argumennya pada saat persidangan.
Pada prinsipnya, prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitrase melalui lembaga institusional dan ad hoc tidak terlalu banyak berbeda. Berikut ini adalah prosedur yang harus dilakukan
1.      Pendaftaran dan Permohonan Arbitrase
Seperti yang disampaikan sebelumnya, kesepakatan penyelesaian sengketa melalui arbitrase harus disetujui dua belah pihak. Sebelum berkas permohonan dimasukkan, Pemohon harus lebih dulu memberitahukan Termohon bahwa sengketa akan diselesaikan melalui jalur arbitrase. Surat pemberitahuan ini wajib diberikan secara tertulis dan memuat lengkap informasi seperti yang tertuang pada Undang-Undang No. 39 Tentang Arbitrase pasal 8 ayat 1 dan 2, yakni:• Nama dan alamat lengkap Pemohon dan Termohon; dalam menyelesaikan sengketa.
2.      Penunjukan Arbiter
Merujuk pada UU Arbitrase pasal 8 ayat 1 dan 2 yang disebutkan sebelumnya, pemohon dan termohon dapat memiliki kesepakatan mengenai arbiter. Kesepakatan ini dituliskan pada permohonan arbitrase yang disampaikan Pemohon dan dalam jawaban Termohon (dijelaskan pada poin 3 mengenai Tanggapan Pemohon).Forum arbitrase dapat dipimpin hanya oleh seorang arbiter (arbiter tunggal) atau Majelis.
3.      Tuntutan Balik
Dalam jangka waktu 30 hari tersebut, Termohon harus mengajukan tanggapannya kepada BANI untuk kemudian diserahkan kepada Majelis dan Pemohon. Jawaban tersebut harus mengandung keterangan mengenai fakta-fakta yang mendukung permohonan arbitrase berikut butir-butir permasalahannya.

Daftar Pustaka:

ASPEK PENATAAN RUANG DAN PERIJINAN UNTUK MELAKSANAAN PROYEK PEMBANGUNAN

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN



Image result for Logo gundar


Nama (NPM) : 1. Aditiya Darmawan                     (10315165)
                          2. Bagas Bimantara                     (13315268)
                          3. Ilham Anugrah Widjaya            (13315268)
                          4. Sarah Dwikusuma H                (16315393)
                          5. Wisnu Maulana                        (17315190)
                          6. Yosua Manurung                      (17315294)
Dosen          : Efa Wahyuni, SE.




JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018



ASPEK PENATAAN RUANG DAN PERIJINAN UNTUK MELAKSANAAN PROYEK PEMBANGUNAN

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 8 Januari 2016 tidak hanya menyoal ketentuan batasan dan perizinan. Perpres itu juga membahas ketentuan perihal tata ruang, penyediaan tanah, jaminan, dan pengadaan barang dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dalam pasal 19 ayat (1) Perpres itu dilakukan dengan memerhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detil Tata Ruang Daerah (RDTRD), atau Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sementara pasal 19 ayat (2) mengatur ketentuan apabila Proyek Strategis Nasional berbenturan dengan rencana-rencana di atas. "Dalam hal lokasi Proyek Strategis Nasional tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang Daerah, atau Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan secara teknis tidak dimungkinkan untuk dipindahkan dari lokasi yang direncanakan, dapat dilakukan penyesuaian tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang," bunyi Pasal 19 ayat (2) Perpres tersebut.
Sebenarnya ada berapa perizinan yang nyangkut dengan target yang kita kehendaki. Ada pun delapan izin itu sebagai berikut:
1.         Izin lingkungan setempat Izin ini terkait juga dengan UU Gangguan yang
dikeluarkan oleh pemda setempat.
2.         Keterangan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Keterangan ini dikeluarkan oleh
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda).
3.         Izin pemanfaatan lahan atau izin pengeringan lahan Izin ini terutama diberlakukan
jika ada pengembang yang memakai lahan sawah untuk dikonversi menjadi perumahan.
4.      Izin prinsip Izin ini dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat.
5.      Izin lokasi Izin ini diterbitkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan
          Pertanahan Nasional.
6.      Izin dari Badan Lingkungan Hidup atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Izin dari BLH merupakan pengganti Amdal. Jika lokasi yang digunakan cakupannya kecil, cukup mengurus izin Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UPL-UKL).
7.      Izin dampak lalu lintas Izin ini dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan. Jika
          perumahan mau dihubungkan dengan jalan arteri, pengembang harus memiliki izin ini.
8.      Pengesahan site plan Hasil perencanaan lahan (site plan) berfungsi untuk mengetahui pengaturan ruang yang akan digunakan saat perumahan dibangun. Izin ini diterbitkan oleh dinas pemerintah daerah setempat di bawah Kementerian PU-Pera.


Daftar Pustaka:

ASPEK AGRARIA DALAM PEMBANGUNAN

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN



Image result for Logo gundar


Nama (NPM) : 1. Aditiya Darmawan                     (10315165)
                          2. Bagas Bimantara                     (13315268)
                          3. Ilham Anugrah Widjaya            (13315268)
                          4. Sarah Dwikusuma H                (16315393)
                          5. Wisnu Maulana                        (17315190)
                          6. Yosua Manurung                      (17315294)
Dosen          : Efa Wahyuni, SE.




JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018



ASPEK AGRARIA DALAM PEMBANGUNAN
Boedi Harsono membedakan pengertian agraria dalam tiga perspektif, yakni arti agraria dalam arti umum, Administrasi Pemerintahan dan pengertian agraria berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria. Pertama dalam perspektif umum, agraria berasal dari bahasa Latin ager yang berarti tanah atau sebidang tanahSebutan agrarian laws bahkan seringkali digunakan untuk menunjuk kepada perangkat peraturan-peraturan hukum yang bertujuan mengadakan pembagian tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih meratakan penguasaan dan pemilikannya.
Di Indonesia sebutan agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan dipakai dalam arti tanah, baik tanah pertanian maupun non pertanian. Biarpun tidak dinyatakan dengan tegas, tetapi dari apa yang tercantumdalam Konsiderans, pasal-pasal dan penjelasannya, dapatlah disimpulkan, bahwa pengertian agraria dan hukum agraria dalam UUPA dipakai dalam arti yang sangat luas. Pengertian agraria meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Dalam batas-batas seperti yang ditentukan dalam Pasal 48, bahkan meliputi juga ruang angkasa. Yaitu ruang di atas bumi dan air yang mengandung :tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan itu. Undang-Undang Pokok Agraria (Uupa) Sebagai Hukum Agraria Nasional
1.               Sifat Nasional UUPA
UUPA mempunyai dua substansi dari segi berlakunya, yaitu pertama tidak memberlakukan lagi atau mencabut hukum agraria kolonial, dan kedua membangun hukum agraria nasional. Menurut Boedi Harsono, dengan berlakunya UUP, maka terjadilah perubahan yang fundamental pada hukum agraria diIndonesia, terutama hukum di bidang pertanahan. Perubahan yang fundamental ini mengenai struktur perangkat hukum, konsepsi yang mendasari maupun isinya. UUPA juga merupakan undang-undang yang melakukan pembaruan agraria karena di dalamnya memuat program yang dikenal dengan Panca Program Agraria Reform Indonesia, yang meliputi sebagai berikut.
a.      Pembaharuan hukum agraria melalui unifikasi hukum yang berkonsepsi nasioanl dan pemberian jaminan kepastian hukum;
b.      Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah;
c.      Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur.
d.      Perombakan pemilikan dan penguasaan atas tanah serta hubungan-hubungan hukum yang berhubungan dengan penguasaan tanah dalam mewujudkan pemerataan kemakmuran dan keadilan, yang kemudian dikenaldengan program landreform;
e.      Perncanaan persediaan dan peruntukan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta penggunaan secara terencana, sesuai dengan daya dukung dan kemampuannya.
2.           Sifat Nasional Material UUPA
Sifat nasional materian UUPA menunjuk kepada substansi UUPA yang harus mengandung asas-asas berikut.
a.      Berdasarkan hukum tanah adat;
b.      Sederhana;
c.      Menjamin kepastian hukum;
d.      Tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar kepada hukum agama;
e.      Memberi kemungkinan supaya bumi, air dan ruang angkasa dapat mencapai fungsinya dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur;
f.       Sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia;
g.      Memenuhi keperluan rakyat Indonesia menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria;
h.      Mewujudkan penjelmaan dari Pancasila sebagai asas kerohanian negara dan cita-cita bangsa seperti yang tercantum dalam undang-undang;
i.       Merupakan pelaksanaan GBHN (dulu Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Manifesto Politik;
j.       Melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
3.           Sifat Nasional Formal UUPA
Sifat nasional formal UUPA menunjuk kepada pembentukan UUPAyang memenuhi sifat sebagai berikut.
a.      Dibuat oleh pembentuk undang-undang naisonal Indonesia, yaitu DPRGR;
b.      Disusun dalam bahasa nasional Indonesia;
c.      Dibentuk di Indonesia;4) Bersumber pada UUD 1945;
d.      Berlaku dalam wilayah negara Republik Indonesia
4.           Tujuan UUPA
Tujuan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) adalah sebagai berikut.
a.      Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan, bagi Negara rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.
b.      Meletakkan dasarr-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertahanan.
c.      Meletakkan dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Daftar Pustaka:


Aspek Perseroan, Perbankan, Perasuransian dan Perpajakan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN



Image result for Logo gundar


Nama (NPM) : 1. Aditiya Darmawan                     (10315165)
                          2. Bagas Bimantara                     (13315268)
                          3. Ilham Anugrah Widjaya            (13315268)
                          4. Sarah Dwikusuma H                (16315393)
                          5. Wisnu Maulana                        (17315190)
                          6. Yosua Manurung                      (17315294)
Dosen          : Efa Wahyuni, SE.




JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018



Aspek Perseroan, Perbankan, Perasuransian dan Perpajakan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi

Kontrak konstruksi atau dokumen mengandung aspek-aspek seperti aspek teknis, hukum, administrasi, keuangan/perbankan, perpajakan, dan sosial ekonomi. Seluruh aspek harus dicermati karena semuanya saliang mempengaruhi dan ikut menentukan baik buruknya suatu pelaksanaan kontrak, atau dengan kata lain sukses tidaknya sesuatu pekerjaan/proyek sangat tergantung dari penanganan aspek aspek ini.

1.           Aspek Teknis
Tidak diragukan lagi bahwa aspek teknis merupakan paling dominan dalam suatu kontrak konstruksi. Aspek inilah yang menjadi pusat perhatian para para pelaku industri jasa kontruksi, seolah olah apabila aspek ini berhasil dilaksanakan proyek tersebut diangap berhasil dan sukses.
Padahal, aspek-aspek lain seharusnya juga diperhatikan dan dikelola dengan baik agar seluruh isi kontrak dapat dijalankan dan dipatuhi sebagaimana mestinya. Padahal umumnya aspek aspek teknis yang tercangkup dalam beberapa dokumen kontrak adalah sebagai berikut
a.      Syarat-syarat umum kontrak (General Condition of Contract)
b.      Lampiran-lampiran (Appendix)
c.      Syarat-syarat Khusus Kontrak (Special Condition of contract / Conditions of
  Contract – Particular)
d.      Spesifikasi Teknis (Technical Spesification)
e.      Gambar-gambar Kontrak (Contract Drawing)

2.           Aspek Hukum
Sesungguhnya seluruh dokumen kontrak terutama kontrak/perjanjian itu sendiri adalah hukum. Pasal 1338 KUHP menyatakan bahwa seluruh perjanjian yang dibuat secara sah merupakan undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Beberapa contoh mengenai pasal-pasal dalam kontrak kontruksi yang sarat dengan aspek hukum :
a.      Penghentian sementara
b.      Pengakhiran perjanjian/pemutusan kontrak
c.       Penyelesaian peselisihan
d.      Keadaan memaksa
e.      Hukum yang berlaku
f.       Bahasa kontrak
g.      Domisili

3.           Aspek Keuangan/Perbankan
              Aspek-aspek Keuangan/perbankan yang penting dalam kontrak kontruksi antara lain :
a.    Nilai kontrak (Contract Amount) / Harga Borongan
b.    Cara Pembayaran (Method of Payment)
c.    Jaminan (Guarantee / Bonds)
Nilai kontrak dan cara pembayaran kiranya cukup/jelas, bahwa kedua hak ini penting dicantumkan dalam kontak dan merupakan aaspek paling penting untuk dicamtumkan karena pembayaran dan cara pembayaran, dipandang dari sisi penyediaan jasa, merupakan tujuan akhir dari suatu kontrak kerja.
Pembayaran dan cara pembayarannya dangat erat berkaitan dengan jaminan yang harus disediakan, baik oleh penyedia jasa maupun pengusaha jasa untuk menjamin/mengamankan pembayaran-pembayaran tersebut. Jaminan-jaminan yang biasanya harus disediakan oleh penyedia jasa adalah :
a.      Jaminan uang muka
b.      Jaminan pelaksana
c.      Jaminan perawatan atas cacat Sedangkan jaminan yang dapat diberikan oleh
          pihak pengguna jasa adalah
d.      Jaminan pembayaran

4.           Aspek Perpajakan
Dalam suatu kontrak kontrusi terkandung aspek perpajakan, terutama yang berkaitan dengan nilai kontrak sebagai pendapatan penyedia jasa. Jasa. Jenis pajak yang terkai dengan jasa kontruksi adalah:
a.       Pajak Pertambahan nilai (PPN)
b.       Pajak Penghasilan (PPh)
Dasar hukum yang mengenai Pajak Pertambahan nilai (PPN) atas jasa kontruksi diatur pada pasal 4 (c) UU No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan UU No.18 Tahun 2000. Dasar Hukum pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan jasa kontruksi siatur pada pasal 4 ayat 1 dan 2 UU No.7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No.17 Tahun 2000.


Daftar Pustaka:

Tinjauan Tentang International Standard of Conditions of Contract

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN



Image result for Logo gundar


Nama (NPM) : 1. Aditiya Darmawan                     (10315165)
                          2. Bagas Bimantara                     (13315268)
                          3. Ilham Anugrah Widjaya            (13315268)
                          4. Sarah Dwikusuma H                (16315393)
                          5. Wisnu Maulana                        (17315190)
                          6. Yosua Manurung                      (17315294)
Dosen          : Efa Wahyuni, SE.




JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018



Tinjauan Tentang International Standard of Conditions of Contract
Dalam dunia Internasional dikenal beberapa bentuk-bentuk Standar/Sistim Kontrak Konstruksi yang diterbitkan oleh beberapa negara atau asosiasi profesi. Diantaranya yang dikenal oleh kalangan Industri Jasa Konstruksi adalah FIDIC (Federation Internationale des Ingenieurs Counsels), JCT (Joint Contract Tribunals). AIA (American Institute of Architects) dan SIA (Singapore Institute of Architects). Selain itu masih ada lagi beberapa sistim/standar kontrak, dari Hongkong, Australia, Canada dan lain-lain.
Pada Negara Indonesia umumnya kita sering menjumpai kontrak-kontrak yang menggunakan standar/sistim FIDIC dan JCT terutama untuk proyek-proyek Pemerintah yang menggunakan dana pinjaman (loan) dari luar negeri. Selain itu pihak swasta asing yang beroperasi di Indonesia biasanya juga memakai salah satu sistim/standar ini. Negara-negara penyandang dana dari Eropa Barat biasanya menggunakan sistim/standar FIDIC, sedangkan Inggris dan Negara-negara Persemakmuran memakai sistim JCT. Sistim AIA kebanyakan dipakai oleh perusahaan-perusahaan Amerika yang beroperasi di Indonesia (kontrak-kontrak pertambangan). Oleh karena itu, peninjauan Standar/Sistim Kontrak Konstruksi Internasional dalam pelatihan ini dibatasi hanya mengenai sistim FIDIC dan JCT serta sedikit uraian standar/sistim AIA dan SIA.

Sistim FIDIC  
FIDIC adalah singkatan dari Federation Internationale Des Ingenieurs Counsels atau dalam bahasa Inggris disebut International Federation of Consultant Engineers atau bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia adalah Federasi Internasional Konsultan Teknik. FIDIC didirikan pada tahun 1913 oleh 3 (tiga) asosiasi nasional dari Konsultan Teknik independen di Eropa. Tujuan pembentukan dari federasi ini adalah untuk memajukan secara umum kepentingan-kepentingan profesional dari anggota asosiasi dan menyebarkan informasi atau kepentingannya kepada anggota-anggota dari kumpulan asosiasi nasional.
Syarat Umum FIDIC 1987
a.      Definisi dan Interpretasi (Definitions and Interpretation)
Dalam pasal ini diberikan definisi kata-kata atau istilah yang mempunyai arti khusus yang dengan demikian baik Penyedia Jasa maupun Pengguna Jasa sepakat menggunakan pengertian yang sama mengenai suatu kata atau ungkapan. Hal ini sangat penting untuk menghindari sengketa dikemudian hari.
b.      Pelimpahan Kontrak & Sub Penyedia Jasa (Assigment & Subcontracting)
          1.   Dalam pasal ini ditetapkan bahwa Penyedia Jasa tidak berhak untuk melimpahkan kontrak baik sebagian atau seluruhnya tanpa persetujuan tertulis terlebih dulu dari Pengguna Jasa
          2.   Demikian pula untuk penyerahan pekerjaan kepada subPenyedia Jasa beserta pengaturan untuk pekerjaan-pekerjaan yang akan di subkontrakkan tanpa memerlukan izin tertulis dari Pengguna Jasa
Perjanjian/Kontrak (Agreement)
Terlihat bahwa Perjanjian/Kontrak yang ditandatangani oleh para pihak menurut sistim/standar FIDIC 1987 hanya terdiri dari 4 (empat) butir/pasal, yaitu :
a.      Penjelasan yang menyatakan bahwa semua kata dan atau istilah/ungkapan harus diartikan seperti tercantum dalam syaratsyarat kontrak (Conditions of Contract).
b.      Dokumen-dokumen lain merupakan satu kesatuan dari Perjanjian.
c.      Penyedia Jasa harus melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai syarat-syarat kontrak.
d.      Kewajiban Pemberi Tugas/Pengguna Jasa untuk membayar hasil pekerjaan Penyedia Jasa sesuai ketentuan dalam kontrak pada waktu dan cara sesuai syarat-syarat kontrak.


Daftar Pustaka: