ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN

Nama (NPM) : 1. Aditiya Darmawan (10315165)
2. Bagas Bimantara (13315268)
3. Ilham Anugrah Widjaya (13315268)
4. Sarah Dwikusuma H (16315393)
5. Wisnu Maulana (17315190)
6. Yosua Manurung (17315294)
Dosen : Efa Wahyuni, SE.
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018
ARBRITRASE
DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PENYELENGGARAAN KONTRUKSI
Sebenarnya,
arbitrase sudah ada sejak lama, tetapi baru lebih banyak dikenal dan digunakan
sejak dikeluarkannya UU Arbitrase. Penyelesaian sengketa dagang menjadi lebih
banyak menggunakan alternatif ini lantaran dinilai lebih efektif. Putusan yang
dihasilkan dari proses arbitrase bersifat final, independen, dan mengikat,
artinya setiap pihak baik pemohon maupun termohon wajib memenuhinya. Sengketa
perusahaan yang telah selesai ini tidak perlu lagi dibawa ke meja pengadilan.
Arbitrase juga kerap menjadi pilihan untuk menyelesaikan urusan sengketa
perusahaan karena sifatnya yang tertutup. Terutama bagi pelaku usaha yang sudah
besar dan memiliki nama di publik, adanya kasus tentu dapat memengaruhi proses
bisnis yang sudah berjalan baik. Menyelesaikan masalah melalui arbitrase adalah
pilihan yang bijak karena pemeriksaan dan persidangan tidak dibuka untuk umum
sehingga dapat menjaga kerahasiaan sengketa. Keuntungan lainnya dalam
menyelesaikan kasus dengan arbiter adalah dua belah pihak telah mengetahui
posisi dan sikap masing-masing sebelum sidang dimulai. Seperti yang disampaikan
sebelumnya, sidang merupakan prosedur yang dilaksanakan setelah berkas
permohonan disampaikan dan tanggapan pemohon diterima. Daftar bukti untuk
mendukung dalilnya pun telah disiapkan oleh masing-masing pihak. Dengan
demikian, setiap pihak lebih leluasa dalam menyampaikan argumennya pada saat
persidangan.
Pada
prinsipnya, prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitrase melalui lembaga
institusional dan ad hoc tidak terlalu banyak berbeda. Berikut ini adalah
prosedur yang harus dilakukan
1. Pendaftaran
dan Permohonan Arbitrase
Seperti
yang disampaikan sebelumnya, kesepakatan penyelesaian sengketa melalui
arbitrase harus disetujui dua belah pihak. Sebelum berkas permohonan
dimasukkan, Pemohon harus lebih dulu memberitahukan Termohon bahwa sengketa
akan diselesaikan melalui jalur arbitrase. Surat pemberitahuan ini wajib
diberikan secara tertulis dan memuat lengkap informasi seperti yang tertuang
pada Undang-Undang No. 39 Tentang Arbitrase pasal 8 ayat 1 dan 2, yakni:• Nama
dan alamat lengkap Pemohon dan Termohon; dalam menyelesaikan sengketa.
2. Penunjukan
Arbiter
Merujuk
pada UU Arbitrase pasal 8 ayat 1 dan 2 yang disebutkan sebelumnya, pemohon dan
termohon dapat memiliki kesepakatan mengenai arbiter. Kesepakatan ini
dituliskan pada permohonan arbitrase yang disampaikan Pemohon dan dalam jawaban
Termohon (dijelaskan pada poin 3 mengenai Tanggapan Pemohon).Forum arbitrase
dapat dipimpin hanya oleh seorang arbiter (arbiter tunggal) atau Majelis.
3. Tuntutan
Balik
Dalam
jangka waktu 30 hari tersebut, Termohon harus mengajukan tanggapannya kepada
BANI untuk kemudian diserahkan kepada Majelis dan Pemohon. Jawaban tersebut
harus mengandung keterangan mengenai fakta-fakta yang mendukung permohonan
arbitrase berikut butir-butir permasalahannya.
Daftar Pustaka:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar